SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, MADIUN — Kamis 28 Juli 2016, menjadi pertemuan terakhir bagi Devy Christa dan sang ibu, Merry Utami, sebelum para terpidana mati dieksekusi. Sebelum meninggalkan ibunya di ruang isolasi, Devy mengungkapkan kesedihan mendalam karena detik-detik eksekusi semakin dekat.

Petugas memberikan informasi Merry Utami yang terjerat kasus narkoba akan dieksekusi Jumat (29/7/2016), tetapi waktunya masih dirahasiakan.

Promosi BRI Catat Setoran Tunai ATM Meningkat 24,5% Selama Libur Lebaran 2024

“Saat dikasih tahu eksekusi hari Jumat, saya berpikir itu masih satu hari, jadi besok masih bisa bertemu. Kemudian saya balik ke hotel. Sesampainya di hotel, ia baru dikasih kabar kalau eksekusi akan dilakukan malam ini atau Jumat dini hari. Saya sungguh tidak menyangka, mama akan dieksekusi malam ini,” kata Devy sambil mengingat nasihat terakhir yang disampaikan ibunya ihwal kesabaran menjalani kehidupan.

Ia pun teringat permintaan ibunya yang menginginkan dimakamkan dengan dirias. Merry meminta kepada anaknya untuk memakaikan gaun pengantin saat dimakamkan. Permintaan lain, Merry ingin dikubur dengan anak pertamanya di Madiun.

Waktu menunjukkan pukul 23.00 WIB, cerita Devy, saat itu wilayah Cilacap diguyur hujan deras. Petir pun menyambar ke mana-mana. Suami Devy saat itu mengajak pulang dengan alasan supaya bisa mengurus jenazah Merry sesampainya di Madiun.

Anak Devy yang kedua terus menerus merengek saat hendak pulang. Hujan masih terus mengguyur saat mobilnya mulai melaju untuk pulang.

Baru beberapa kilometer dari hotel, telepon berdering berkali-kali. Ternyata telepon itu dari petugas kejaksaan. Suara petugas kejaksaan agak samar-samar karena hujan masih deras.

Namun, Devy menangkap percakapan itu bahwa ibunya tidak jadi dieksekusi dan masih hidup. Tak berpikir panjang, ia pun langsung kembali ke hotel.

“Perasaan senang dan sedih bercampur. Senang karena mama tidak jadi dieksekusi dan masih bisa bertemu. Sedihnya, mama sudah mempersiapkan eksekusi ini lahir dan batin. Ternyata tidak jadi. Tetapi ancaman hukuman mati masih ada,” ujar Devy yang menyebut baru bisa menemui Merry Jumat siang itu di LP Cilacap.

Hari-hari Devy kini masih diliputi rasa cemas akan nasib ibunya yang tak kunjung pasti. Meski kemungkinannya kecil, ia masih berharap bisa berkumpul dengan ibunya di kampung halaman. Menghabiskan waktu bersama dan berbakti sepenuhnya kepada orang tua. Menikmati kasih sayang yang 18 tahun “terenggut” karena penjara.

Sementara itu, pengacara Merry Utami dari LBH Masyarakat, Afif Abdul Qoyim, mengatakan hukuman mati tidak hanya menjadi hukuman berat bagi terpidana, tetapi juga bagi keluarga terpidana.

Ada banyak hal yang terpaksa dikorbankan oleh keluarga. Salah satunya anggapan bahwa terpidana sudah meninggal dunia, padahal nyatanya terpidana masih hidup.

Selain itu, keluarga harus berkorban harta yang tidak sedikit. Keluarga terpidana harus mengeluarkan ongkos dengan nilai yang cukup besar untuk bolak–balik menjenguk terpidana di penjara. Beban psikologis juga ditanggung pihak keluarga karena status sebagai keluarga terpidana mati.

“Saya berharap Presiden bisa mempertimbangkan kelakukan baik yang telah ditunjukkan Merry Utami selama di penjara,” kata dia saat dihubungi Solopos.com, Selasa (28/5/2019).  (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya