SOLOPOS.COM - Siswa SMAN 9 Jogja (JIBI/Harian Jogja/Jumali)

Siswa SMAN 9 Jogja (JIBI/Harian Jogja/Jumali)

Adalah Koko Setiyoko, 18, siswa kelas XII IPA 2 SMAN 9 Jogja tak pernah menyangka jika keputusannya Sabtu (28/4) pagi bertolak ke Purwokerto untuk mendaki Gunung Slamet, Jawa Tengah, berakhir dengan tersesat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Apalagi di gunung tertinggi di Jawa Tengah itu, siswa yang baru saja menyelesaikan ujian akhir nasional (UAN) 2012 sedikit banyak tahu dengan medan yang akan dihadapi.

“Ini pendakian saya yang ke empat. Dan saya tidak menyangka, jika pada pendakian kali ini saya harus tersesat,” kata Koko, Rabu (2/5).

Ia menceritakan, dirinya bersama Pandu Yustisio, 18, teman sekelasnya awalnya memang tidak merencanakan untuk melakukan pendakian ke Gunung Slamet. Namun, rencana itu akhirnya dilaksanakan setelah Pandu mendapat kabar telah diterima di Program Internasional Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi UGM.

“Karena Pandu pengin refreshing akhirnya kami sepakat untuk naik gunung. Dan saat itu saya mengusulkan untuk naik Gunung Slamet. Bagi saya hal ini bukan hal baru, namun bagi Pandu, ini adalah kali pertama dia naik gunung,” terang Koko.

Namun, keinginan mencapai puncak Gunung Slamet harus dibayar mahal oleh keduanya. Baik Koko maupun Pandu terpaksa dijemput petugas SAR Purbalingga saat terdampar di sekitaran punggung sebelah kiri jalur Pendakian Blambangan, Selasa (1/5) malam.

Keduanya terdampar seusai mencapai puncak Plawangan pada Senin (30/4) siang pukul 11.00 WIB, usai menempuh perjalanan empat jam dari Pos 3,5. Saat turun dari puncak Plawangan, ungkap Koko, dirinya bersama dengan Pandu terpaksa harus berhadapan dengan cuaca yang tidak bersahabat.Badai bercampur hujan es disertai kabut membuat dirinya kehilangan arah dan pandangan.

“Harusnya kami ambil kiri, tetapi malah ambil kanan untuk menghindari badai. Saat itu kira-kira pukul 14.00 WIB. Dan kami tidak mungkin naik dan memutar ke kanan lagi. Kami putuskan untuk turun sampai batas vegetasi,” terang Koko.

Di saat tersesat, Koko mengaku berusaha untuk tetap mencari jalur. Namun yang didapatkan justru, jurang dan jalanan yang terjal. Padahal, saat itu, kondisi fisik Pandu sudah mulai turun. Akhirnya keduanya memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di tempat tersebut.

Untuk bisa bertahan, selain memaksimalkan bekal di dalam tas ransel ukuran 60 liter, dia mengaku juga berusaha mencari bantuan. Selain itu, keduanya juga memaksimalkan tetesan air hujan yang turun bersamaan dengan badai.

“Untungnya ada hujan. Kami bisa ambil air dari sela-sela jalur vegetasi. Karena pada saat itu persediaan kami tinggal sedikit. Kami pun putuskan untuk bermalam disitu,” ungkapnya.

Beruntung, Selasa (1/5) pagi, sinyal telepon selular dari keduanya muncul. Baik Koko maupun Pandu akhirnya mengirimkan SMS ke orangtua mereka serta meminta pertolongan agar bisa dijemput di tempat tersebut.

Suraji, 55, orangtua Koko yang mendapatkan kabar jika anak keduanya itu tersesat pun mengaku langsung menanyakan kondisi yang dialami anaknya.

“Saya tanyakan kondisinya. Katanya sehat, hanya Pandu yang dalam kondisi drop. Saya pun langsung kontak dengan teman saya, Bagus yang juga anggota SAR. Dan dia [Bagus] pun membantu mencarikan lokasi anak saya,” kata Suraji yang juga mantan pecinta alam tersebut.

Di saat menunggu bantuan datang, Koko mengaku dirinya tetap berusaha untuk mencari bantuan. Sebanyak tiga kali aktivitas turun naik dilakukan namun usaha yang dilakukan itu kandas, setelah tidak menemukan ada tanda-tanda pendaki lain.

“Saat itu tiba-tiba saya dihubungi tim SAR disuruh untuk ke tempat yang lebih tinggi agar pencarian bisa lebih gampang dilakukan. Tim SAR sendiri baru menemukan kami pada pukul 14.00 WIB dan langsung mengevakuasi kami,” terang dia.

Dibandingkan dengan Pandu, kondisi Koko bisa dibilang lebih baik, karena masih mampu berjalan sampai di pos Blambangan. Sementara Pandu terpaksa harus di tandu tiga jam jelang titik penjemputan keluarganya.

“Kami terpaksa harus mencari jalur baru, karena kami tidak mungkin lewat jalur yang ada, mengingat kondisi Pandu seperti itu. Pandu sendiri awalnya terpaksa harus dipapah, sebelum akhirnya terpaksa ditandu karena sudah tidak bisa bergerak,” ungkap Koko.

Meski tersesat, Koko mengaku tidak kapok dengan kejadian tersebut. Dirinya justru tertantang dan ingin kembali melakukan pendakian Juli mendatang ke Gunung Semeru. Baginya, melakukan pendakian adalah sebuah tantangan.

“Kalau ditanya perasaan saya saat ini, tenang itu saja. Soal kapok, jelas tidaklah,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya