SOLOPOS.COM - Nasi genthu dan tempe panggang jadi makanan khas dalam tradisi Kirim Kali di Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso, Karanganyar. (Instagram/@awesomejatiyoso)

Solopos.com, KARANGANYAR — Kabupaten Karanganyar memiliki tradisi yang hingga saat ini masih dipelihara warganya. Di antara tradisi itu ada yang cukup dikenal. Antara lain tradisi Mondosiyo di Kelurahan Pancot, dan tradisi Dhukutan di Kelurahan Nglurah, keduanya di Kecamatan Tawangmangu.

Bahkan tahun ini keduanya sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) 2021. Selain itu, banyak daerah di kabupaten dengan sebutan Bumi Intanpari ini mengadakan tradisi bersih desa secara rutin tiap tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Di Desa Wonorejo, Kecamatan Jatiyoso ada juga tradisi unik yang hingga kini masih dipelihara oleh masyarakatnya. Tradisi ini bernama Kirim Kali. Tradisi ini diadakan setiap Sura. Biasanya digelar pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, tergantung mana yang datang terlebih dahulu.

Baca Juga: Uniknya Tradisi Mondosio

Jika dalam penanggalan itu Selasa Kliwon datang duluan, maka tradisi Kirim Kali diadakan Selasa Kliwon. Begitu pula jika dalam penanggalan datang Jumat Kliwon duluan, maka tradisi Kirim Kali diadakan Jumat Kliwon.

Tradisi di desa yang berjarak sekitar 29 kilometer (km) ke arah tenggara dari Alun-Alun Karanganyar ini dilakukan dalam sehari. Pagi-pagi, masyarakat datang dan berkumpul di sumber air, aliran air, atau tempat lainnya. Mereka datang dengan membawa makanan yang merupakan hasil bumi.

Makanan Khas

Makanan yang cukup khas dalam tradisi itu adalah nasi genthu dan tempe panggang. Nasi genthu adalah makanan yang terbuat dari tepung jagung yang dipadukan dengan kelapa. Nasi genthu biasanya dibentuk memanjang seperti lontong, lempengan, atau bulat. Sedangkan tempe panggang ini adalah tempe yang sudah dibumbui kemudian cara memasaknya dipanggang, bukan digoreng seperti umumnya.

Baca Juga: Ini Uniknya Tradisi Dukutan yang Kini Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Setelah semuanya berkumpul, warga kemudian berdoa bersama dipimpin oleh pemuka agama setempat. Setelah itu, mereka pun pulang ke rumah masing-masing dengan membawa makanan yang mereka bawa. Sedangkan sebagian lainnya memakan makanan mereka di tempat tersebut.

Kepala Desa (Kades) Wonorejo, Sularno, mengatakan tradisi Kirim Kali ini sudah berlangsung sejak dahulu dan diwariskan secara turun temurun. “Sejak saya kecil tradisi ini sudah ada. Warga datang ke tempat-tempat sumber air atau aliran air atau tempat lainnya membawa makanan. Di sana mereka berdoa, lalu pulang membawa makanan yang mereka bawa,” ujarnya, Jumat (19/11/2021).

Menurut kades, tradisi ini adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang dilimpahkan kepada manusia. Tuhan menyediakan alam dan air yang dapat menumbuhkan berbagai tanaman yang mereka manfaatkan dalam kehidupan.

Baca Juga: TRADISI KARANGANYAR : Labuhan Gunung Lawu, Tradisi Turun Temurun Keraton Ngayogyakarta

“Sebenarnya ini adalah ungkapan rasa sukur saja, bukan yang lain. Karena Tuhan telah memberikan ladang-ladang yang bisa mereka tanami jagung, sayuran dan sebagainya,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Sularno menambahkan, meskipun tradisi Kirim Kali ini sudah menjadi tradisi desa setempat, tidak semua dusun melakukannya. Dari 15 dusun yang di Wonorejo, ada dua atau tiga dusun tidak melaksanakan tradisi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya