SOLOPOS.COM - Abdi dalem membawa nasi tumpeng seribu saat kirab Malam Selikuran tiba di halaman Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Minggu (2/5/2021) malam. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLOKeraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Kota Solo memiliki sejumlah tradisi unik yang bersifat adat di luar agenda rutin setiap Ramadan tiba. Salah satunya yang terkenal di kalangan masyarakat adalah kirab malam selikuran yang digelar pada malam ke-21 Ramadan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kirab malam selikuran sempat ditiadakan pada Ramadan 2020 saat awal-awal merebaknya pandemi Covid-19. Namun, Keraton Solo kembali mengadakan kirab malam selikuran pada Ramadan 2021 meski dengan jumlah peserta yang dibatasi dan protokol kesehatan ketat.

Ramadan tahun ini belum ada kepastian apakah kirab malam selikuran bakal digelar atau tidak. Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KP Dani Nur Adiningrat, saat dihubungi Solopos.com, Rabu (6/4/2022), mengaku masih menunggu titah Paku Buwono (PB) XIII mengenai agenda tersebut.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Sederhana Dan Prokes Ketat, Begini Jalannya Kirab Malam Selikuran Ramadan Keraton Solo

Pada masa-masa sebelumnya pandemi Covid-19, kirab malem selikuran yang juga dikenal dengan sebutan kirab obor ting ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat. Berdasarkan catatan Solopos.com, pada era 2011 dan sebelumnya, kirab malam selikuran digelar dengan rute dari Keraton Solo melalui Jl Slamet Riyadi sampai Taman Sriwedari dan kembali ke Keraton Solo.

tamansari keraton solo gibran daerah istimewa surakarta bangunan sejarah solo tingalan jumenengan tradisi ramadan keraton solo
Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Kota Solo. (Solopos/Nicolous Irawan)

Hal itu berubah pada 2012 di mana rute kirab tersebut diperpendek dari Kori Kamandungan Keraton Solo lewat Baluwarti menuju Masjid Agung. Perubahan itu mendasarkan pada kondisi Taman Sriwedari yang juga sudah berubah dan seolah kehilangan ruhnya.

1.000 Tumpeng

Dalam kirab itu, selain obor ting, para peserta kirab juga membawa 1.000 tumpeng yang melambangkan harapan akan datangnya malam seribu bulan atau lailatul qadar. Para peserta kirab yang terdiri atas para prajurit dan sentana dalem mengenakan pakaian adat jawa berupa beskap putih dan jarit serta belangkon.

Baca Juga: Uniknya Ramadan di Pasar Kliwon, Kampung Arab-nya Solo

Sesampainya di Masjid Agung, tumpeng-tumpeng mini yang terdiri atas nasi putih, dua cabai, dua telur, mentimun dan kedelai hitam didoakan dan dibagikan kepada masyarakat. Disebutkan bahwa kirab malam selikuran merupakan tradisi para wali sejak masa Kerajaan Demak.

Selain Kirab Malam Selikuran, masih ada beberapa tradisi lainnya yang dilakukan di Keraton Solo saat Ramadan. “Ada tradisi yang tidak baku seperti yang sekarang dilaksanakan yaitu Salat Tarawih. Ada tapi itu bukan adat. Yang adat yaitu Malem Selikuran, Paring Dalem Zakat Fitrah ke Masjid Agung, Gerebek Poso atau gunungan hari idul fitri,” terang Dani.

Dani menjelaskan inti dari tradisi Malam Selikuran yang memakai lampu ting atau semacam lampion menandakan turunnya lailatul qadar. Sedangkan tradisi Paring Dalem Zakat Fitrah merupakan kewajiban SISKS Paku Buwono (PB) XIII sebagai umat Islam untuk mengeluarkan zakat fitrah.

Baca Juga: 2 Tahun Vakum, Masjid Agung Solo Kembali Gelar Buka Puasa Bersama

Grebeg Syawal

Zakat tersebut dari Sinuhun dan keluarganya untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. “Biasanya H-2 atau H-1 Lebaran. Nanti diserahkan, berupa beras dan ada uang. Nanti utusan Dalem memerintahkan Penghulu Tafsir Anom untuk mendoakan dan membagikan paring Dalem zakat fitrah menurut siapa-siapa yang berhak menerima,” terangnya.

tradisi ramadan keraton solo
Warga berebut gunungan saat Grebeg Syawal di Masjid Keraton Solo. (Solopos/Dok)

Dani menerangkan ada juga tradisi Grebeg Syawal atau Gunungan Syawal untuk merayakan Idul Fitri di Keraton Solo. Teknisnya dengan membawa gunungan makanan dari Keraton ke Masjid Agung. Setelah itu ada prosesi doa dan membagikan gunungan itu.

Pelaksanaan prosesi tersebut, menurut Dani, biasanya pada hari pertama Lebaran atau hari kedua Lebaran. “Biasanya miyos gunungan. Biasanya di hari pertama atau kedua. Teknisnya, bawa gunungan ke Masjid Agung, didoakan, lalu dibagikan,” imbuhnya.

Baca Juga: Berburu Takjil di Solo: Lokasi Baru Bermunculan, Yang Lama Tetap Eksis

Proses itu dipimpin seorang utusan PB XIII. Sedangkan kegiatan rutin setiap hari pada bulan Ramadan di Keraton Solo ada Salat Tarawih dan tadarus Alquran. Lokasi ibadah tersebut di Sasana Putra Keraton Solo.

Kuliner Khas

Kegiatan itu diikuti keluarga PB XIII, para sentana dalem dan abdi dalem. Mengenai kuliner khas Keraton Solo saat Ramadan, Dani menjawabbiasanya kolak manis, buah kurma, kue, dan aneka menu makan berat. “Menu makan beratnya variatif tiap hari,” urainya.

Namun menu khas untuk disantap pada hari Idul Fitri, menurut Dani berupa ketupat, nasi liwet, tengkleng dan menu lainnya. “Kalau [klangenan] Sinuhun banyak sekali, ada satai kambing, ayam goreng, dan aneka makanan tradisional lain,” tegasnya.

Baca Juga: Ini Masjid di Solo Yang Sediakan Menu Takjil dan Buka Puasa Bersama

Sebelumnya, Kepala Tata Usaha (TU) Masjid Agung Keraton Solo, Muhammad Alif, juga mengaku belum mendapat informasi ada atau tidaknya Kirab Malam Selikuran maupun Grebeg Syawal. Acara itu masih menunggu aturan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan keputusan Keraton Solo.

“Sudah kami buat kegiatan Ramadan, namun kegiatan awal dan akhir Ramadan menunggu SE terbaru [Wali Kota Solo] dan Keraton,” jelas Alif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya