SOLOPOS.COM - MERIAH -- Iring-ringan kirab agung dalam rangka jumenengan PB XIII melewati Pasar Gede, Minggu (17/6/2012). (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

KIRAB AGUNG -- Iring-iringan kirab agung dalam rangka peringatan naik tahta PB XIII atau jumenengan melintas di jalan dari Alun-alun Utara menuju Gladak. Di sebelah kiri terlihat Mahapatih KGPH Panembahan Agung Tedjowulan yang menaiki kuda mendampingi kereta kencana Kyai Garoeda Poetra yang dinaiki PB XIII beserta permaisuri dan putranya. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

SOLO – Jumali bersama istrinya, Suyati, dan anaknya yang baru berusia lima tahun, Dewi Ernawati, berdiri menunggu dengan sabar di undakan belakang Sitihinggil Kompleks Keraton Kasunanan Surakarta. Keluarga asal Demak itu terus mengarahkan pandangan pada karpet merah yang membentang hingga pintu Kori Kamandungan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Dia penasaran ingin melihat raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi dan sanak kerabatnya, yang Minggu (17/6/2012) siang mengikuti Kirab Ageng Tingalan Jumenengan. “Saya merasa benar-benar beruntung. Berwisata bersama rombongan TK anak saya ke Solo bersamaan dengan penyelenggaraan kirab ini. Penasaran juga ingin melihat seperti apa keluarga raja itu,” katanya kepada Solopos.com.

Rasa penasaran Jumali terobati ketika PB XIII Hangabehi akhirnya berjalan di sepanjang karpet merah itu diiringi sang permaisuri Ratu PB XIII dan putranya GPH Purboyo. Menyusul di belakangnya para sentana dan kerabat dalem.

Para anggota keluarga raja itu terus berjalan sampai halaman Pagelaran Keraton, di mana sejumlah kereta kencana dan kuda-kuda telah disiapkan, termasuk kereta kencana Kyai Garoeda Poetra yang untuk kali pertama sejak era PB XI, akhirnya dikeluarkan dan dipakai untuk kirab. Kereta itu hanya dinaiki PB XIII bersama permaisuri dan GPH Purboyo.

Total ada tiga kereta kencana milik keraton yang dikeluarkan untuk kirab. Selain Garoeda Poetra, ada Kereta Maraseba dan Kereta Kyai Raja Peni, yang dinaiki beberapa putri seperti GKR Timur, GKR Sekar, GKR Ratih dan GKR Putri.

Tampak pula sejumlah kereta kencana milik Pemkot Solo yang antara lain dinaiki oleh GPH Dipokusumo dan para kerabat. Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung (KPGH PA) Tedjowulan sendiri tidak naik salah satu kereta kencana itu. Dia naik seekor kuda bernama Sri Gading.

Dimulai dengan prajurit pembawa bendera dan spanduk tema kirab, kirap pun diberangkatkan. Di belakang spanduk tema ada KGPH Mangkubumi sebagai manggalayudha, didampingi dua sepupunya, serta sejumlah pimpinan muspida. Di belakangnya kelompok drumband, prajurit tamtama, prajurit sorogeni, urug-urug sentana, prajurit pranyutro dan pengamanan, kereta Garoeda Poetra, prajurit prawira anom, Kereta Moroseba, Kereta Raja Peni, dan kereta-kereta lainnya, dilanjutkan prajurit jayengastra, dan pangayab atau abdi dalem.

MERIAH -- Iring-ringan kirab agung dalam rangka jumenengan PB XIII melewati Pasar Gede, Minggu (17/6/2012). (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

Di barisan paling belakang baru pertunjukan kesenian rakyat seperti Seni Tari Angguk dan Topeng Ireng dari Boyolali. Di sepanjang jalan, masyarakat berbaris menonton. Kirab itu juga sempat membuat macet cukup panjang dari arah barat Jl Slamet Riyadi hingga Bundaran Gladak.

Salah satu kerabat yang juga panitia kirab, KP Satryo Hadinagoro, menjelaskan kirab kali ini memang jadi istimewa karena untuk kali pertama setelah puluhan tahun Kereta Garoeda Poetra dikeluarkan. “Saya tidak ingat tahunnya. Tapi terakhir kali kereta ini dipakai yakni pada masa PB XI. Ini merupakan kereta khusus raja yang dibuat pada masa abad 18,” ujarnya.

Selain itu, Satryo menambahkan kirab itu juga merupakan kirab tingalan jumenengan yang pertama dalam tujuh tahun terakhir serta waktunya masih dalam nuansa Hari Jadi ke-66 Pemkot Solo.

Juru bicara Tedjowulan, Bambang Pradotonagoro mengatakan kirab ini selain menandai sewindu naik tahtanya PB XIII, juga menjadi tanda berakhirnya dualisme raja. “Ada banyak hal yang diperingati dengan kirab ini. Ucapan syukur atas rekonsiliasi, serta deklarasi KPGH PA Tedjowulan. Selanjutnya bersama PB XIII, akan menjalankan pemerintahan keraton dalam konteks budaya,” jelas Bambang.

Bambang menyebut masih ada sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan pascarekonsiliasi. Di antaranya adalah reunifikasi. Tidak hanya di kalangan putra-putra dalem dan sentana, tapi juga para pengikut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya