SOLOPOS.COM - Suasana sidang paripurna DPR. Penelitian menunjukkan kinerja legislator perempuan masih memrihatinkan, yang antara lain disebabkan masih minimnya pengalaman, keraguan terhadap kemampuan mereka serta tidak berjalannya proses pendidikan politik dan rekrutmen politik di tingkat parpol. (JIBI/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat)

Suasana sidang paripurna DPR. Penelitian menunjukkan kinerja legislator perempuan masih memrihatinkan, yang antara lain disebabkan masih minimnya pengalaman, keraguan terhadap kemampuan mereka serta tidak berjalannya proses pendidikan politik dan rekrutmen politik di tingkat parpol. (JIBI/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat)

JAKARTA – Penelitian Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia mendapati 40% legislator perempuan tidak punya pengalaman menyusun rancangan anggaran belanja. Hasil itu didapat setelah meneliti anggota DPRD Banten, DKI Jakarta dan Banten dengan responden perempuan 59 orang. Penelitian yang sama mendapati 20% legislator perempuan belum pernah terlibat penyusunan peraturan daerah.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Direktur Eksekutif Puskapol UI, Sri Budi Eko Wardani, mengatakan rendahnya keterlibatan perempuan dalam penyusunan anggaran belanja karena ada keraguan akan kapasitas. “Soal kapasitas ini masalah perempuan dan laki-laki. Tapi perempuan rentan disorot atau disingkirkan,” ujar Wardani, Rabu (27/2/2013).

Sementara di sisi lain, Wardani menilai representasi perempuan di legislatif seolah jalan di tempat. Buktinya isu angka kematian ibu dingin-dingin saja padahal kasus di Indonesia tinggi di Asia Tenggara. Puskapol UI juga meneliti data Pemilu 2009 dan mendapati ada 103 calon legislatif terpilih untuk kursi DPR atau 18% dari total legislator. Adapun di DPRD provinsi ada 321 orang terpilih atau 16% dari total kursi dan 1.857 orang perempuan anggota DPRD di 458 kabupaten/kota atau 12% dari total legislator.

Hanya saja hubungan para legislator perempuan dari DPR pusat hingga daerah sulit terbentuk. “Akhirnya sulit terkoordinasi dalam mengusung isu gender,” urainya.

Di sisi lain, Wardani menguraikan data itu menunjukkan keterpilihan perempuan sebagai legislator semakin rendah di daerah. “Itu bisa jadi karena yang banyak terpilih berada di urutan 1,2,3,” jelasnya. Komisi Pemilihan Umum, lanjut dia, harus memastikan aturan keterwakilan perempuan sebesar 30% pada Pemilu 2014 mendatang terpenuhi. Pasalnya pada 2009, ada delapan dari 77 daerah pemilihan DPR yang tidak memenuhi kuota 30% caleg perempuan. Sementara pada Pemilu 2014 mendatang, KPU menerapkan sistem proporsional. Satu dari tiga calon legislator berdasar nomor urut harus perempuan. Tanpa ada wakil perempuan, Parpol tidak boleh mencalonkan di daerah itu.

Wawan Ichwanuddin, peneliti Puskapol UI, menambahkan kualitas calon legislatif perempuan sebenarnya bergantung pula pada pendidikan partai politik. “Nah yang selama ini menjadi masalah kan pendidikan itu yang tidak jalan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya