SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas ekspor di pelabuhan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Kinerja ekspor berbagai produk dari wilayah Soloraya pada 2017 mengalami penurunan drastis.

Solopos.com, SOLO — Kinerja ekspor Soloraya sepanjang 2017 menurun cukup signifikan dibandingkan ekspor tahun sebelumnya. Penurunan volume ekspor itu mencapai sekitar 40%.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Berdasarkan data yang diperoleh Solopos.com, volume ekspor Soloraya 2017 tercatat hanya 7,643 juta kilogram (kg), turun drastis dibandingkan volume ekspor 2016 yang mencapai 11,113 kg. Kendati secara volume menurun, nilainya naik dari US$24,516 juta pada 2016 menjadi US$30,525 pada 2017.

Penurunan volume ekspor terjadi hampir di semua komoditas termasuk komoditas unggulan. Volume ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) bahkan terjun bebas dari 6,952 juta kg pada 2016 menjadi 1,365 juta kg pada 2017. Ekspor batik masih tumbuh positif tapi kenaikannya tipis.

Jika pada 2016 ekspor batik mencapai 420.728 kilogram, pada 2017 naik jadi 429.179 kilogram. Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jateng, Liliek Setiawan, menjelaskan permasalahan utama eksporter khususnya di industri tekstil saat ini adalah mengenai Trans Pasific Partnership (TPP) di Amerika Serikat.

“Ini katanya mau tidak dilanjutkan tapi ternyata masih tetap berjalan. Dari AS belum ada keputusan TPP ini akan dikemanakan,” kata Liliek saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (6/2/2018).

Mengenai proyeksi tahun ini, Liliek menyambut baik rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghapus atau membubarkan seluruh Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang dianggap kurang maksimal menjalankan fungsinya sebagai marketing produk lokal di luar negeri.

Pembubaran ITPC melalui rentetan panjang yang manfaatnya bakal dirasakan pengusaha. “Karena dengan mengurangi anggaran yang tidak efektif ini akan mengurangi pula beban yang akan diterima para pengusaha besar.”

Peluang kedua terkait penurunan kinerja industri tekstil di Tiongkok. Tiongkok mulai mengurangi produksi tekstil untuk bidang-bidang yang tak lagi terkejar dari sisi biaya produksi akibat kenaikan biaya tenaga kerja. Salah satunya, produk teksil kelas low end.

“Tiongkok hanya bisa memproduksi produk high end. Indonesia bisa ambil peluang ini. Bahkan ada beberapa rekan kami yang mulai ekspor bahan baku benang ke Tiongkok. Kalau ekspor benang ini bisa dipertahankan tentu akan meningkatkan daya saing Indonesia,” tutur Liliek.

Terpisah, Kasi Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan Kota Solo, Endang K. Maharani, menjelaskan kendati Disdag tidak bersentuhan langsung dengan kebijakan maupun kinerja sektor riil namun Disdag tetap mendorong sisi pelayanan ekspor agar lebih lancar.

“Setiap tahun kami selalu rutin melakuma pelatihan pengenalan ekspor agar muncul pemain-pemain baru di sektor ini. Setiap ada kebijakan baru terkait perdagangan luar negeri, kami pun selalu melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha,” kata Endang.

Endang optimistis prediksi pertumbuhan ekonomi yang dirilis Bank Indonesia bakalan mampu mendongkrak kinerja ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya