SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

foto: google img

Jogja (Solopos.com)–Mengenang sosok Ki Sarmidi Mangunsarkoro seakan membuka kembali catatan sejarah perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa ini hampir satu abad silam. Tak terhitung berapa banyak kontribusi dan strategi pembangunan bangsa yang lahir dari pemikiran bapak delapan anak ini. Tiga hari lalu adalah puncaknya, saat presiden menganugerahkan gelar kepahlawanan pada Ki Mangunsarkoro.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Di depan makam Ki Sarmidi Mangusarkoro di komplek pemakaman Taman Brata Wijaya, Kusumanegara, Jogja puluhan kerabat Taman Siswa, Kamis (11/10/2011) hikmad mengucap syukur. Tiga hari lalu, 8 November 2011 presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengumumkan pendiri perguruan Taman Siswa Jakarta ini layak menjadi pahlawan nasional atas jasa dan pemikirannya bagi kemajuan bangsa Indonesia. Tak banyak dari kalangan keluarga dekat yang datang berziarah selain para kolega dari Taman Siswa. Lantaran saat ini yang masih tersisa hanya tinggal seorang putri dari delapan anak Ki Mangunsarkoro.

Wiyata Wardahni, 73, satu-satunya anak Ki Mangunsarkoro yang hingga kini masih hidup. Disambangi Harian Jogja di komplek pemkaman Taman Brata Wijaya, ibu dua anak ini bercerita tentang sosok sang ayah yang meninggalkannya saat ia masih berusia 17 tahun. Wiyata mengenal sang ayah sebagai sesorang yang sangat dekat dengan buku. Tak terhitung berapa buku yang telah dibaca pendiri Partai Nasional Indonesia (PNI) ini. Keseharian Ki Mangunsarkoro nyaris dihabiskan untuk membaca selain mengurusi pergerakan. “Buku bapak itu banyak sekali, paling banyak soal kemasyarakatan, bapak itu senang sekali membaca buku. Seperti tidak melakukan apa-apa kecuali membaca buku,” kenang Wiyata Wardhani.

Selain gemar membaca, pribadi penyabar dan mengajarkan anak-anaknya hidup mandiri juga berkesan bagi Wiyata. Lantaran kesibukan ayahnya terhadap persoalan pendidikan dan kemasyarakatan, anak-anak Ki Mangunsarkoro harus terbiasa belajar sendiri. Ayahnya kata Wiyata juga tak pernah mengeluarkan amarah kepada anak-anak. “Kami nggak pernah dimarahi, cuma dibilang mana yang salah mana yang benar, apalagi kekerasan nggak pernah terjadi,” tuturnya.

Terlahir di Surakarta, Jawa Tengah 23 Mei 1904 silam, sosok Ki Mangunsarkoro sangat lekat dengan dunia pendidikan, politik, ekonomi dan perjuangan bangsa saat melawan kolonialisme. Lelaki yang pernah dipenjara di Wirogunan Jogja lantaran sikapnya yang tak kenal kompromi dengan pemerintah Hindia Belanda inilah yang ikut membidani pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM) dan PNI.

Adapun pemikiran dan kiprahnya di bidang pendidikan tak terhitung. Mulai dari mendirikan perguruan Taman Siswa di Jakarta, hingga menyusun UU Pendidikan yang pertama. Lantaran pemikirannya pada dunia pendidikan pula orang kepercayaan Ki Hajar Dewantara ini pada 1949 dipercaya oleh Presiden Soekarno sebagai menteri pendidikan hingga turut merumuskan dasar-dasar sistem pendidikan nasional di Indonesia.

Ketua II Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa Prof. Subronto Projo Harjono mengaku akan selalu mengenang pribadi Ki Mangunsarkoro. “Dia mungkin satu-satunya pahlawan dan Menteri Pendidikan yang hingga wafatnya tidak pernah punya rumah. Rumah yang ia dulu tempati di Notowinatan itu hanya menumpang menyewa,” akunya.

(JIBI/Harian Jogja/bes)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya