SOLOPOS.COM - Ilustrasi Salat Id di Sragen (Istimewa/Eko Wijiyono)

Solopos.com, SOLO — Dalam menyambut Tahun Baru Islam 1444 Hijriah, yang sebentar lagi tiba, berikut terdapat contoh khutbah salat Jumat yang bisa disampaikan kepada para jemaah.

Perlu diketahui, Muharram merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT. Bahkan, Muharram dijuluki sebagai syahrullah alias bulan Allah.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dilansir situs resmi Nahdlatul Ulama atau NU Online, Muharram dikatakan mulia karena terdapat amalan sunah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan umat Islam, yakni berpuasa.

Menyambut bulannya Allah ini, Anda bisa mengisi khutbah Jumat dengan tema Tahun Baru Islam 1444 Hijriah, sebagaimana dikutip dari situs resmi Nadhlatul Ulama Jawa Timur (NU Jatim). Berikut ini isi khutbahnya.

Baca Juga: Jelang Tahun Baru Islam, Ini Amalan yang Bisa Dilakukan

Khutbah Jumat Menyambut Tahun Baru Islam 1444 Hijriah

Jemaah yang Dirahmati Allah

Tidak lama lagi umat Islam akan memasuki bulan Muharram 1444 H. Dengan demikian, marilah kesempatan hadir di masjid ini kita jadikan sarana untuk meningkatkan takwallah. Perwujudannya adalah dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Percayalah, takwa kepada Allah SWT merupakan bekal terbaik dalam hidup.

Hadirin yang Berbahagia

Tahun hijriah seperti juga tahun masehi merupakan bagian dari fenomena alam biasa. Secara ringkas, bila kalender masehi mendasarkan penghitungan pada peredaran bumi mengelilingi matahari, kalender hijriah mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena itulah kita sering mendengar kalender hijriah disebut pula kalender qamariyah (qamar artinya Bulan), sedangkan kalender masehi dikenal dengan sebutan kalender syamsiyah (syams artinya Matahari).

Namun demikian, di balik posisinya sebagai gejala alam tersebut, terdapat keistimewaan-keistimewaan karena agama memang menjadikannya demikian. Islam mengajarkan bahwa ada kelebihan-kelebihan tertentu antara satu bulan dengan bulan yang lain dalam kalender hijriah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 36, yang artinya:

Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus.   

Ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak semua bulan berkedudukan sama. Dalam Islam ada empat bulan utama di luar Ramadhan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Karena kemuliaan bulan-bulan itulah, Islam menganjurkan pemeluknya untuk memanfaatkan momentum tersebut sebagai ikhtiar memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Mereka didorong untuk memperbanyak puasa, dzikir, sedekah, dan solidaritas kepada sesama. 

Dalam Ihya’ Ulûmid-Dîn, Imam Al-Ghazali mengenalkan istilah al-ayyâm al-fâdhilah atau hari-hari utama. Menurutnya, hari-hari utama selalu dijumpai dalam tiap pekan dan bulan. Al-Ghazali juga menyebut istilah al-asyhur al-fâdlilah yakni bulan-bulan utama. Bulan-bulan utama ini juga selalu dijumpai di tiap tahun.

Waktu adalah salah satu dari makhluk Allah, seperti juga manusia, jin, dan binatang. Namun, sebagaimana ada tempat-tempat utama, seperti Multazam, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, dan lainnya, waktu pun demikian. Dalam tiap rentang waktu tertentu yakni hari, pekan, bulan, dan tahun selalu terkandung bagian waktu yang diistimewakan, misalnya waktu antara maghrib dan isya, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, bulan Ramadhan, bulan Muharram, dan lain sebagainya. Dalam waktu-waktu spesial itulah pahala bisa dilipatgandakan, dosa-dosa bisa dihapus, dan doa-doa kemungkinan besar dikabulkan.   

Jemaah Jumat Rahimakumullah
Allah memang telah menganugerahi kita kesempatan emas yang demikian banyak. Allah mengutamakan waktu tertentu karena hendak memberi keutamaan kepada sejumlah hamba-Nya. Sebagaimana keterangan Ibnu ‘Asyur saat menafsirkan surat At-Taubah ayat 36, yang artinya:

Ketahuilah bahwa dimuliakannya sejumlah waktu dan tempat tertentu merupakan kehendak dimuliakannya manusia, melalui perbuatan-perbuatan baik dan akhlak mulia yang mereka lakukan. (Muhammad Ibnu ‘Asyur dalam At-Tharîr wat Tanwîr).

Hadirin yang Terhormat
Pernyataan Ibnu ‘Asyur mengandung pengertian bahwa kemuliaan bulan tertentu tidak mutlak berarti kemuliaan umat Islam secara otomatis. Kemuliaan umat Islam mengandung syarat, yakni ketika mereka mau mengisi waktu-waktu khusus tersebut dengan amal salih dan akhlakul karimah.   Keutamaan bulan-bulan khusus adalah satu hal, dan keutamaan pribadi orang-orang Islam adalah hal yang lain. Keistimewaan bulan Muharram adalah satu soal, sementara keistimewaan individu-individu kaum muslimin adalah soal lain. Hal tersebut sangat tergantung bagaimana kita umat Islam merespons keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada kita: Apakah mengisinya dengan baik atau tidak.

Di antara amalan yang amat dianjurkan di bulan pertama kalender hijriah ini adalah puasa. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dijelaskan: Seseorang datang menemui Rasulullah SAW dan bertanya: Setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal? Nabi menjawab: Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram.

Penyebutan Muharram sebagai bulan Allah atau syahrullâh menunjukkan posisi bulan ini yang amat spesial. Melalui riwayat Ibnu Majah pula, puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) disebut sebagai bagian dari amalan untuk menghapus dosa-dosa setahun yang telah lewat. Selain 10 Muharram, puasa juga masih dianjurkan pada hari-hari lain di bulan ini.  

Amalan lain yang bisa digiatkan adalah meningkatkan solidaritas antarsesama. Kebanyakan umat Islam, utamanya di Indonesia, menjadikan momen Muharram sebagai lebaran anak yatim dengan memberikan santunan kepada anak-anak yang kehilangan orang tua dan secara ekonomi lemah.

KH Shaleh Darat dalam Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah mengistilahkan 10 Muharram sebagai bagian dari hari raya umat Islam yang layak diperingati dengan sedekah kepada fakir dan miskin. Tentu saja menyantuni anak yatim atau membantu siapa pun yang butuh pertolongan tak terikat dengan waktu. Tapi Muharram adalah momen sangat baik untuk menunjukkan kepedulian sosial kita.

Bulan mulia harus diisi dengan perbuatan mulia. Al-a‘mâl as-shâlihah wal akhlâq al-karîmah yang disebut Ibnu ‘Asyur harus hadir jika kita ingin meraih berkah keutamaan bulan Muharram. Pengertian amal salih dan akhlak mulia amat luas, mencakup ibadah dengan Allah, berhubungan dengan masyarakat, atau sikap kita terhadap lingkungan alam kita.

Muharram merupakan bulan yang bagus untuk mengawali tahun dengan perbuatan dan perangai positif. Muharram bisa dikatakan cerminan langkah awal kita untuk menapaki 11 bulan berikutnya di pembukaan tahun baru hijriah ini. Karenanya, khatib mengajak kepada diri sendiri dan jamaah sekalian untuk memuliakan bulan ini dengan menjernihkan hati, membenahi perilaku, dan memperindah karakter kepribadian kita. 

Baca Juga: Doa Menyambut Tahun Baru Islam, Penting untuk Dibaca dan Diamalkan!



Demikian contoh khutbah Jumat menyambut Tahun Baru Islam 1444 Hijriah menurut NU Jawa TImur

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya