SOLOPOS.COM - Ilustrasi pergerakan kurs rupiah (Dwi Prasetya/JIBI/Bisnis)

Kewajiban pakai rupiah masih saja dilanggar. Sejumlah pelaku usaha di Bali masih menggunakan dolar AS.

Solopos.com, DENPASAR — Pelaku usaha pariwisata di Bali belum sepenuhnya menerapkan transaksi menggunakan rupiah. Padahal Bank Indonesia sudah mengeluarkan aturan No. 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI.

Promosi Jelang Lebaran, BRI Imbau Nasabah Tetap Waspada Modus Penipuan Online

Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali Dewi Setyowati mengungkapkan pihaknya masih menemukan sejumlah pelaku usaha yang menerima transaksi dalam bentuk mata uang asing seperti dolar Amerika Serikat di salah satu objek wisata.

“Kemarin saya ke Tulamben, Karangasem, dan ternyata masih restoran dan hotel yang belum 100% menggunakan rupiah. Setelah saya tanyakan ternyata karena mereka belum tahu soal kewajiban itu,” ujarnya, Jumat (23/10/2015).

Terhadap pelaku usaha tersebut, Dewi Setyowati mengatakan langsung memberikan pemahaman agar mereka tidak menerima pembayaran mata uang asing serta mengingatkan ancaman sanksi apabila mereka membandel. Menurutnya, setelah mendapatkan penjelasan tersebut, pelaku usaha di kawasan timur Bali itu mau menerima dan berjanji akan mewajibkan transaksi rupiah.

Selain hotel dan restoran, BI Bali juga menemukan sejumlah tempat penukaran valutan asing (PVA) tidak berizin. Untuk menutupi status perizinannya, PVA itu menyatakan diri sebagai salah satu cabang PVA resmi di Bali dengan berbekal salinan surat dari yang resmi.

Dewi Setyowati menegaskan pihaknya sudah memanggil PVA resmi yang izinnya dicatut dan memberikan peringatan agar segera mengurus perizinan apabila mendirikan cabang. Lebih lanjut, dia menjelaskan, meskipun dalam bentuk cabang, kantor PVA tetap diwajibkan mengurus perizinan ke Bank Indonesia.

“Selebihnya di Tulamben sudah ada yang memasang tanda bahwa mereka hanya melayani transaksi dalam bentuk rupiah. Yang belum tahu soal aturan ini sudah kami minta segera urus, ada sekitar 60 usaha kami surati,” tuturnya.

BI Bali mengharapkan temuan tersebut hanya terjadi di daerah Tulamben, sedangkan objek wisata lainnya tidak ada lagi, karena sudah mendapatkan sosialisasi.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Usaha Jasa Perjalanan Wisata (Asita) Bali Ketut Ardana mengungkapkan anggotanya banyak yang kesusahan menerapkan kewajiban transaksi rupiah. Penyebabnya, kata dia, banyak hotel yang mematok kurs valuta asing tinggi, dan berbeda dibandingkan dengan tarif pelaku usaha biro perjalanan wisata.

Pelaku biro jasa perjalanan wisata dan hotel terlibat aktif dalam kerja sama penentuan untuk tarif hotel yang akan dijual oleh biro perjalanan wisata kepada wisatawan. Setiap tahun, kedua belah pihak melakukan penyesuaian tarif harga yang disepakati. Sejumlah hotel menjual paket mereka dalam mata uang rupiah, tetapi harganya disesuaikan dengan nilai paket apabila dijual menggunakan dolar AS.

“Dari kami, sebenarnya penjelasan dari BI sudah jelas, dan kalau menggunakan kurs tengah BI sebenarnya tidak masalah, tetapi ini kursnya tinggi dan itu masalah buat kami,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya