SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Jakarta (Solopos.com)–Kementerian Keuangan mengaku kurang leluasa dalam mengelola anggaran negara untuk mendanai kegiatan-kegiatan produktif karena sedikitnya ruang fiskal yang hanya sekitar 8% dari kapasitas APBN. Sebagian besar belanja negara ternyata mengalir ke daerah, dan terutama untuk membayar gaji PNS.

Dia menyebutkan total pagu belanja negara di APBN 2011 senilai Rp 1.229,6 triliun dan sebagian besar sudah teralokasi untuk mendanai kegiatan belanja yang sifatnya mengikat. Antara lain untuk transfer ke daerah senilai Rp 393 triliun, bayar bunga dan utang pokok Rp115 triliun, subsidi Rp 188 triliun, dana pendidikan Rp 240 triliun dan bantuan sosial Rp63 triliun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Total dari 100% belanja negara yang Rp 1.200 triliun, 92% sudah untuk belanja mengikat. Jadi yang betul-betul free untuk pembangunan baru, new initiative, tidak lebih dari 8%. Itu untuk belanja infrastruktur, untuk mendorong pembangunan ekonomi,” ujar Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawaty di Gedung DPD, Jakarta, Senin (20/6/2011) malam.

Anny mengatakan dalam APBN 2011 dana transfer ke daerah memang hanya Rp 393 triliun. Namun, jika memperhitungkan pos belanja lain yang juga dinikmati rakyat di seluruh Indonesia, maka sebenarnya total anggaran belanja negara yang mengalir ke daerah mencapai 70%. Sayangnya, alokasi belanja tersebut sebagian besar digunakan hanya untuk bayar gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD).

“Tapi ternyata alokasi belanja daerah yang besar itu sebagian besar hanya untuk bayar gaji pegawai. Bahkan ada daerah yang 70% APBD-nya digunakan untuk bayar gaji. Tahun ini saja ada formasi 1 juta PNSD. Apakah memang sebesar itu kebutuhannya? Makanya penting untuk melakukan reformasi manajemen PNS di pusat dan daerah,” ujarnya.

Anny menilai meningkatnya penerimaan PNS di daerah terkait dengan janji-janji politik pemimpin daerah ketika masa kampanye Pilkada. Artinya, penambahan jumlah PNS di daerah dilakukan bukan karena mempertimbangkan kinerja atau kebutuhan tenaga di bidang tertentu, melainkan karena alasan politis.

“Ada kekhawatiran Pilkada langsung berdampak pada peningkatan jumlah PNS. Jadi perputaran PNSD karena pergantian kepala daerah. Jadi karena aspek politik, bukan kinerja,” ungkapnya.

Selain itu, Anny menambahkan pemerintah pusat selalu dihadapkan pada posisi yang kurang menguntungkan dalam hal pengalokasian APBN. Contohnya, ketika harga minyak naik dan penerimaan negara dari sektor migas meningkat, maka porsi alokasi dana bagi hasil ke daerah juga harus ditingkatkan.

“Tapi kalau subsidinya naik, yang menanggung hanya pemerintah pusat. Klau subsidi naik, maka anggaran belanja naik dan secara otomatis harus ada penyesuaian dana pendidikan yang 20% dari APBN. Kalau seandainya ada short fall dari revenue, apakah anggaran pendidikan bisa diturunkan?” ujarnya.

Anny menyatakan perlunya peningkatan kapasitas ruang fiskal sebesar-besarnya dengan melakukan efisiensi pada pos-pos belanja rutin yang masih bisa dikurangi, seperti belanja dinas, belanja gedung, dan subsidi. Dengan demikian, pemerintah memiliki keleluasaan lebih besar untuk bisa mendanai inisiatif-inisiatif pembangunan baru yang lebih produktif.

“Pemerintah harus punya ruang fiskal sebesar-besarnya. Ini bukan soal aman atau tidak aman, tetapi semakin besar ruang fiskal, membuat keleluasaan kami untuk (mendanai) new initiative, untuk infrastruktur menjadi makin baik,” pungkasnya.

(detik.com/tiw)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya