Solopos.com, KLATEN – Keturunan pedagang Hik generasi ke lima di Klaten membantah Hik sebagai sebuah akronim. Menurut penerus usaha kuliner yang khas tersebut, penamaan Hik berasal dari kekhasan.

Sebagaimana diketahui, warung hik Solo atau yang juga dikenal dengan nama angkringan ditetapkan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda asal Jawa Tengah. Di Klaten, rupanya museum sejarah angkringan telah didirikan warga secara swadaya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Museum itu berada di Dukuh Sawit, Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat, Klaten. Museum itu dibikin sekaligus untuk semakin meneguhkan Ngerangan sebagai desa cikal bakal angkringan atau hik.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Sejarah Nasi Kucing, Diperkenalkan Orang Ngerangan di Solo Sejak 1942

Museum yang dibangun pada 2020 itu memanfaatkan rumah warga yang tak dihuni pemiliknya lantaran merantau. Penggalian sejarah tentang asal usul hik atau angkringan itu dimotori dua tokoh pemuda Ngerangan, Gunadi, 41, dan Suwarno, 42. Dua pegiat Kelompok Sadarwisata (Pokdarwis) Ngerangan itu serius menggali sejarah angkringan selama beberapa tahun terakhir salah satunya dengan menggali informasi dari sesepuh desa.

Suwarno mengatakan hingga kini warga Ngerangan masih aktif berjualan angkringan dan sudah memasuki generasi kelima. Soal penamaan warung tersebut, Suwarno menjelaskan pertama bernama hik. Nama itu awalnya bukan akronim melainkan ciri khas pedagang ketika berjualan.

Baca Juga: Jadi Pioner, Lebih 700 Warga Ngerangan Klaten Buka Usaha Angkringan

Sementara, nama angkringan berkembang setelah jualan itu merambah ke wilayah Jogja. Hingga kini, ada berbagai penamaan warung tersebut. Namun, ciri khas menu yang disajikan tetap sama. Seperti menu aneka racikan minuman terutama teh serta nasi kucing.

Disinggung hik disebut sebagai warisan budaya tak benda dari Solo, bagi Suwarno tak jadi soal. Namun, berbicara sejarah cikal bakal hik atau angkringan tetap berasal dari Ngerangan tepatnya Dukuh Sawit.

Baca Juga: HIK Solo Terdaftar di Aplikasi Android, Memuat Info Pengangguran

Gunadi mengatakan hingga kini usaha angkringan atau hik terus diwarisi secara turun temurun. Setidaknya ada 700 warga Ngerangan yang berjualan angkringan ke berbagai daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya