SOLOPOS.COM - Ratu Atut Chosiyah (JIBI/dok)

Solopos.com, JAKARTA — Tb Chaeri Wardana, salah satu tersangka kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Muchtar menyatakan tidak ada keterlibatan Gubernur Banten dalam kasus suap senilai Rp1 miliar tersebut. Bahkan, dikatakan, Atut tidak mengetahui mengenai masalah tersebut.

Penegasan itu disampaikan oleh Efran Helmi Juni selaku pengacara Wawan—sapaan akrab Tb Chaeri Wardana, di Jakarta, Senin (7/10/2013). “Bu Atut sama sekali tidak terlibat, dan tidak mengetahui masalah ini,” katanya.

Promosi Jaga Keandalan Transaksi Nasabah, BRI Raih ISO 2230:2019 BCMS

Selain itu, Efran juga menyatakan jika komunikasi atau hubungan yang dilakukan dengan tersangka lainnya, yaitu Susi Tut Andayani, tidak berkaitan dengan Pilkada Lebak, Banten. Menurutnya, Wawan hanya berurusan dengan Pilkada Serang.

Sementara itu, terkait uang sitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) senilai Rp1 miliar, diakui Wawan bukan sebagai uang suap melainkan honor pembayaran jasa advokasi Susi dalam kasus sengketa pilkada Serang. Karena itu, lanjutnya, kliennya sama sekali tidak ada kaitannya dengan pilkada Banten yang juga telah menyeret nama Akil Muchtar sebagai salah satu tersangka itu.

Kliennya, sambung Efran Helmi Juni, juga menyatakan tidak mengetahui hubungan apa antara Susi dan Akil Mochtar. Dalam kasus suap sengketa pilkada dengan tersangka Akil Mochtar, hari ini KPK memanggil sekaligus sepuluh orang saksi untuk diperiksa.

Di antaranya yang dihadirkan adalah Kusno selaku ajudan Akil Mochtar serta dua orang sopir Akil bernama Muhammad Basir dan Daryono.Ahmad Asy’ari dari pihak swasta, Wahyu dan Sugiyanto selaku ajudan MK. Kabag Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan semuanya diperiksa untuk tersangka Akil Mochtar.

Dalam kasus suap sengketa pilkada di MK dengan tersangka Akil Mochtar itu, KPK telah menetapkan enam orang tersangka, yaitu dalam kasus suap pilkada Gunung Mas, yakni Akil Muchtar (AM) yang merupakan ketua MK, dan Cornelis Nalau (CN) pengusaha swasta. Keduanya, diduga sebagai penerima dan melanggar Pasal 12c UU Tipikor juncto Pasal 55 ke 1 KUHP.

Sedangkan Hambit Bimit (HB) yang merupakan Kepala Daerah dan Chairunnisa (CHN)  anggota DPR dari Fraksi Golkar, selaku pemberi dan melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf A UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Barang bukti yang disita dalam kasus itu yakni uang tunai senilai US$22.000 dan 284.050 dollar Singapura.

Sementara itu, dalam kasus suap pilkada Banten ditetapkan sebagai tersangka yakni Susi Tut Handayani (STH) dan AM (Akil Muchtar) selaku penerima suap, diduga melanggar Pasal 12c UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, atau Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Tersangka lainnya, yakni Tb Chaeri Wardhana (TCW) merupakan pemberi suap dan diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun barang bukti yang disita adalah uang senilai Rp1 miliar. Uang tersebut berupa pecahan seratus ribu rupiah, dan lima puluh ribu rupiah, yang disita di Lebak Banten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya