SOLOPOS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (kedua kiri) memimpin rapat konsultasi dengan para pimpinan lembaga tinggi negara terkait penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh KPK di Ruang Kerja Presiden, Jakarta, Sabtu (5/10/2013). Rapat itu salah satunya bertujuan untuk menjaga dan memupuk kepercayaan masyakarat terhadap lembaga negara terutama MK pascapenangkapan Ketua MK dalam kasus dugaan suap sengketa pemilu kepada daerah. (JIBI/Solopos/Antara/Andika Wahyu)

Solopos.com, JAKARTA — Di tengah kontroversi pro dan kontra perkunya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) , Senin (7/10/2013), pemerintah memastikan perumusan Perpu tersebut akan dilakukan seusai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC).

Penegasan itu dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto sesaat sebelum mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan dengan 21 pemimpin ekonomi pada KTT APEC, di Hotel Sofitel, Nusa Dua, Bali. Ia menegaskan, perumusan Perpu tidak mungkin dilakukan dengan terburu-buru.

Promosi BRI Siapkan Uang Tunai Rp34 Triliun pada Periode Libur Lebaran 2024

“Sekarang beliau [Presiden Susilo Bambang Yudhoyono] tengah konsentasi pada KTT APEC, begitu banyak agenda. Jadi setelah KTT APEC baru (Perpu) akan merumuskan,” kata Menko Pohukam Djoko Suyanto.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, sesuai kesepakatan dengan para pimpinan lembaga negara, yaitu Ketua MPR Sidharto Danusubroto, Ketua DPR Marzuki Ali, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Ketua Mahkamah Agung (MA) M. Hatta Ali, dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan menerbitkan perpu sebagai salah satu langkah menyelamatkan MK setelah penangkapan Ketua MK Akil Mochtar oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pakar hukum tata negara yang juga mantan Ketua MK Jimly Asshidiqie sejatinya telah menyatakan penolakan atas rencana itu. Ia menilai, Perpu tersebut inkonstitusional. “Itu adalah langkah inkonstitusional dan tidak menyelesaikan masalah,” kata Jimly sebagaimana dikutip sejumlah media massa, Sabtu (6/10/2013).

Jimly juga menilai, rencana membuat Perpu itu emosional. “Kalau soal masyarakat marah tentu harus dimaklumi, tapi kita tidak boleh jadikan emosi sesaat sebagai sumber referensi dalam membuat keputusan seperti dengan ujug-ujug membuat Perpu,” tutur Jimly.

Menanggapi pernyataan mantan Ketua MK Jimly Asshidiqie itu, Menko Polhukam Djoko Suyanto lantas membacakan ayat 1 Pasal 22 UUD 1945 yang menyatakan, “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.”

Sedangkan ayat 2 pasal itu menyebutkan, “Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.” Selanjutnya, ayat 3 menyebutkan, “Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.”

“Jadi pernyataan Saudara Jimly Asshiddiqie tidak benar, karena justru Perpu itu adalah hak dan kewenangan Presiden di dalam menetapkan peraturan pemerintah pengganti UU. Karena itulah kewenangan yang diatur secara konstitusional oleh UUD 1945,” simpul Djoko sebagaimana dikutip petugas Humas Setkab dan dipublikasikan melalui laman resmi pemerintah Setkab.go.id.

Menko Polhukam menjelaskan bahwa pertemuan yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan para pemimpin lembaga negara, Sabtu (5/10/2013) pukul 13.00 WIB-16.00 WIB, didasari karena Presiden dan pemimpin lembaga negara memiliki keprihatinan yang sama, kesedihan yang sama, kekecewaan yang sama terhadap tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK. Sehingga didalam forum terjadi diskusi, terjadi pembicaraan yang sangat dalam terhadap permasalahan.

“Jadi adalah tidak benar solah-olah ide ataupun niatan penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU itu dilahirkan hanya atas emosi dan ketergesa-gesaan. Ini  adalah melalui suatu proses dan bukan ditetapkan oleh presiden sendiri,” ujar Djoko Suyanto menanggapi tudingan Jimly bahwa penyiapan Perpu lebih didasari emosi semata bukan karena alasan yang bijak.

Perpu tersebut harus disetujui oleh DPR dalam persidangan sebelum diundangkan, demikian bunyi ayat 2 Pasal 22. Pada ayat 3 disebutkan bila tidak disetujui pemerintah harus mencabut perpu tersebut. Djoko menjelaskan, sesuai semangat dalam UUD 45, maka materi atau substansi Perpu itu perlu mendapatkan masukan dari tiga pihak, yaitu Presiden, DPR, dan MA. Karena dalam UUD sebenarnya, yang diberikan penetapan sembilan hakim MK adalah Presiden, MA dan DPR. “Kalau ingin menata dalam sebuah Perpu yang nantinya menjadi UU maka tiga pihak ini yang bertanggung jawab dan kita harapkan aturan yang paling tepat,” ungkapnya.

Menko Polhukam menegaskan pula keputusan yang dihasilkan dalam pertemuan Presiden dengan pemimpin lembaga negara, di antaranya adalah menyiapkan Perppu untuk menyelamatkan MK itu dilahirkan melalui diskusi yang panjang, melalui rasa keprihatinan yang panjang para kepala lembaga, akan tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Yang lebih penting dari itu semua, lanjut Menko Polhukam, adalah bagaimana kita menata kehidupan demokrasi di negara ini. Ia mengingatkan, hakikat kehidupan negara di sebuah negara demokrasi adalah harus ada check and balances. Harus ada suatu sistem dan pola pengawasan terhadap semua lembaga-lembaga negara yang ada di negara itu ternmasuk negara kita.

Oleh karena itu, lanjut Djoko, di dalam forum kemarin, para pemimpin lembaga negara juga memiliki pandangan sama. Tidak ada sebuah lembaga negara manapun yang dibiarkan tidak diawasi, atau tanpa pengawasan. “Menurut istilah presiden adalah tidak boleh ada lembaga negara manapun uncheck sebagai konsekuensi dari kehidupan demokrasi yang check, saling check and balances,” ungkap Djoko Suyanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya