SOLOPOS.COM - Anggota Aliansi Masyarakat Peduli Pilkada Lebak berunjuk rasa di halaman gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2013). Mereka menuntut pembatalan putusan Pilkada Lebak terkait tertangkap tangannya Ketua MK Akil Mochtar oleh KPK. (JIBI/Solopos/Antara/Fanny Oktavianus)

Solopos.com, Jakarta — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu (5/10/2013), berembuk dengan para pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara demi membahas nasib Mahkamah Konstitusi (MK). Anehnya tak ada satu pun representasi MK yang diundang dalam rembuk tingkat wahid itu. MK pun emoh mengomentari rencana SBY mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) terkait lembaga mereka.

MK menganggap langkah SBY itu potensial memicu perkara di MK. “Itu potensial menjadi perkara MK sebagaimana putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010,” kata Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva, yang didampingi tujuh hakim konstitusi lainnya saat konferensi pers di Jakarta, Minggu (6/10/2013) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB.

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Demikian juga. Lanjut mantan Zoelva, rencana Presiden untuk mengatur pengawasan terhadap MK karena telah ada putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 pada 23 Agustus 2006. “MK sebagai lembaga peradilan tidak imun terhadap pengawasan dari mana pun sepanjang tidak mengganggu independensi MK yang dijamin oleh UUD 1945,” tegas Hamdan.

Hamdan yang mewakili delapan hakim MK juga menyadari kekecewaan masyarakat terhadap Ketua Mk Akil Moctar yang ditangkap KPK karena diduga menerima suap dalam perkara Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. “MK meminta maaf kepada masyarakat Indonesia dan pihaknya sepenuhnya menyerahkan kasus pada penegak hukum,” katanya.

Hamdan juga mengatakan peristiwa yang terjadi pada Akil Mochtar adalah peristiwa hukum yang bersifat personal yang merupakan tanggung jawab pribadi dan bukan persoalan kelembagaan. Dalam pemberitaan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM yang diduga menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

“Penyidik menangkap tangan beberapa orang di kompleks Widya Chandra, dengan inisial AM, CHN, dan CN,” kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, dalam jumpa pers.

Johan mengatakan, AM merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi, sementara CHN seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan CN seorang pengusaha. Di Widya Chandra, penyidik menyita uang dolar Singapura, perkiraan sementara, senilai Rp2 miliar hingga Rp3 miliar, yang diduga merupakan pemberian CHN dan CN kepada AM terkait yang diduga terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Setelah itu, lanjut Budi, KPK juga melakukan operasi tangkap tangan di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat, dan menahan dua orang yang dengan inisial HB dan DH.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya