SOLOPOS.COM - Ilustrasi warga miskisn. (Antara-Aprilio Akbar)

Solopos.com, SOLO – Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia antara Maret-September 2021 menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan penurunan tingkat ketimpangan atau kesenjangan pengeluaran masyarakat di tingkat nasional yang diukur menggunakan rasio Gini atau Gini ratio. Penurunan ini diperoleh dengan membandingkan rasio Gini pada Maret 2021 dan pada September 2021.

Pada September 2021, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio Gini adalah sebesar 0,381. Angka ini menurun 0,003 poin jika dibandingkan dengan rasio Gini pada Maret 2021 yang sebesar 0,384.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Berita Resmi Statistik yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik pada Senin (17/1/2022) menjelaskan rasio Gini pada September 2021 itu juga berarti menurun 0,004 poin dibandingkan dengan rasio gini pada September 2020 yang sebesar 0,385.

Rasio Gini menjadi indikator yang digunakan pemerintah untuk mengukur ketimpangan pengeluaran di suatu wilayah. Rasio Gini kemudian dijadikan sebagai salah satu acuan dalam pengambilan kebijakan di bidang perekonomian.

Rasio Gini dibagi menjadi tiga level. Level pertama menunjukkan tingkat ketimpangan yang rendah, yaitu berada pada kisaran 0 sampai 0,3. Level kedua menunjukkkan ketimpangan menengah, yaitu antara 0,3 hingga 0,5. Level ketiga menunjukkan ketimpangan yang tinggi yaitu berada di atas 0,5.

Secara lebih terperinci rasio Gini di daerah perkotaan pada September 2021 sebesar 0,398. Ini berarti turun apabila dibandingkan dengan rasio Gini pada Maret 2021 yang sebesar 0,401 dan rasio Gini pada September 2020 yang sebesar 0,399.

Rasio gini di daerah perdesaan pada September 2021 sebesar 0,314 yang berarti turun apabila dibandingkan dengan rasio gini pada Maret 2021 yang sebesar 0,315 dan rasio Gini pada September 2020 yang sebesar 0,319. Selengkapnya bisa dibaca di sini: Periode Maret-September 2021, Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Menurun

Sementara itu, sebanyak 11,10% penduduk usia di atas 10 tahun di Kabupaten Sragen diketahui masih buta huruf. Sebaliknya, angka melek huruf (AMH) di Sragen pada 2020 sebesar 88,90%. Jumlah itu menempatkan Sragen menduduki peringkat terendah di Soloraya.

Kemampuan membaca dan menulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan bagi seseorang. Dengan membaca dan menulis, seseorang dapat mencapai tujuan.

Dengan membaca, seseorang akan mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat yang lebih luas. Kemampuan masyarakat dalam membaca dan menulis ini diukur dalam istilah angka melek huruf (AMH). Selengkapnya bisa dibaca di sini: 11,10% Wong Sragen Masih Buta Huruf dan Pengaruhnya Terhadap Kemiskinan

Kanal Espos Plus selalu menyajikan konten-konten premium yang berbasis jurnalisme berkedalaman serta menyajikan sudut pandang tajam dan menarik dengan pembahasan komprehensif yang kaya data. Membaca konten premium di kanal ini akan memperkaya perspektif, mempermudan memahami duduk perkara, dan mendapatkan data dan informasi yang utuh. Silakan mengakses dan menikmati…

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya