SOLOPOS.COM - Slamet Riyadi (kanan), Kolonel Ohl (tengah) dan Mayor Jenderal F Mollinger , Panglima Divisi Belanda di Jawa (kanan) saat serah terima kekuasaan Kota Solo dari Belanda ke Republik Indonesia tahun 1949 di Stadion Sriwedari. Foto tersebut tertempel di dinding rumahnya di Danukusuman Solo, Rabu (9/10/2022). (Solopos/Gigih Windar Pratama)

Solopos.com, SOLO — Kiprah pahlawan nasional dari Solo Brigjen Anumerta Slamet Riyadi tidak perlu diragukan lagi. Di usianya yang sangat muda, ia berhasil menjadi pemimpin pasukan dan memberikan perlawanan sengit terhadap penjajah Belanda.

Ia bahkan pernah membuat seorang tentara Belanda berpangkat Kolonel menangis. Hal terjadi setelah acara serah terima kekuasaan Kota Solo dari Belanda ke Republik Indonesia pada 1949 di Stadion Sriwedari pada Agustus 1949.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kolonel Ohl dari tentara Belanda diceritakan tersentuh atas keberanian Slamet Riyadi yang saat itu masih belum genap 24 tahun memimpin pergerakan untuk kemerdekaan Indonesia.

Pak Met, panggilan Slamet Riyadi dari anak buahnya, memang dikenal pemberontak yang disegani tentara Belanda. Ia juga menggagas Serangan Umum di Surakarta atau yang lebih dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari pada 7-10 Agustus 1949.

Bersama dengan Gatot Subroto saat itu, Slamet Riyadi yang kemudian menjadi pahlawan nasional dari Solo membentuk pasukan Semut Ireng dan sukses membuat Belanda bertekuk lutut menghadapi perlawanan dari Slamet Riyadi dan pasukannya.

Baca Juga: Bocor di Mana-Mana, Rumah Slamet Riyadi Pahlawan dari Solo Kini Memprihatinkan

Dalam Jurnal Pasukan Semut Ireng Dalam Pertempuran Empat Hari di Surakarta Tahun 1949 terbitan Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2017, disebutkan dampak perang tersebut mengukuhkan kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

pahlawan dari solo slamet riyadi
Siti Sumarti, keponakan Slamet Riyadi, di rumah yang juga pernah ditinggali pahlawan nasional tersebut, Rabu (9/11/2022). (Solopos/Gigih Windar Pratama)

Pasukan yang baru seumur jagung bisa mengalahkan kekuatan militer pasukan Belanda secara taktik. Hal itu sekaligus memperkuat posisi runding Pemerintah Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akhirnya menjadi perundingan final yang menegaskan kedaulatan Indonesia.

Ada cerita yang menarik ketika serah terima kekuasaan Kota Solo dari cengkeraman kolonial ke pemerintah RI. Ketika itu Kolonel Ohl tidak kuasa menahan air mata saat menjabat tangan Slamet Riyadi.

“Waktu salaman, Kolonel Ohl saat itu berurai air mata, kepikiran anaknya yang seumuran Slamet Riyadi. Umur anak Kolonel Ohl saat itu 23 tahun dan melihat keberanian dan ketangkasan Slamet Riyadi melawan Belanda, Kolonel Ohl sangat kagum, sekaligus tersentuh atas tekad dari Slamet Riyadi,” tutur keponakan Slamet Riyadi, Siti Sumarti.

Baca Juga: Misteri Kematian PB VI Pahlawan dari Solo, Kecelakaan di Kapal atau Ditembak

Cucu Kolonel Belanda Datang ke Solo

Ditemui Solopos.com di rumahnya yang dulu merupakan tempat tinggal Slamet Riyadi di Danukusuman, Serengan, Solo, Rabu (9/11/2022), Siti mengatakan pahlawan nasional itu tetap bersikap dingin meskipun mendapatkan sanjungan yang luar biasa dari Tentara Belanda.

“Kalau Slamet Riyadi tetap dingin dan malah tambah waspada meskipun mendapatkan sanjungan dari tentara Belanda saat itu, karena kondisinya Pak Slamet belum benar-benar yakin dengan kebaikan tentara Belanda,” sambungnya.

Siti bercerita pada Juli 2022 lalu, cucu Kolonel Ohl datang menemuinya dan membawa foto Slamet Riyadi yang dipotret oleh salah satu tentara Belanda saat itu.

“Bulan Juli, ada yang datang ke sini mereka ada tiga atau empat orang mencari rumah Slamet Riyadi dan tanya tetangga. Ternyata itu cucu dari Kolonel Ohl, mereka bercerita dulu kakeknya sering sekali bercerita mengenai keberanian Slamet Riyadi waktu masih muda, sekaligus memberikan foto Slamet Riyadi yang diambil prajurit Belanda saat itu,” terangnya.

Baca Juga: Paku Buwono X, Pahlawan yang Lahirkan Tokoh Nasional dan Cendekiawan dari Solo

Menurut perempuan berusia 76 tahun ini, sang paman memang meninggal di usia muda, yakni 23 tahun. Namun, apa yang diperbuat Slamet Riyadi untuk Republik Indonesia sangat besar, bahkan keberaniannya mengundang decak kagum dari lawan.

“Jasanya Slamet Riyadi itu besar, ia berjuang dengan ikhlas dan berani. Bahkan sering bikin lawannya kagum, karena bukan cuma berani, tapi juga taktis dan cerdas. Jadi lawannya dulu orang-orang Belanda juga segan dengan beliau,” terang Siti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya