SOLOPOS.COM - Ratusan warga mengikuti kirab Festival Kali Sonto mengelilingi Kalurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Solo. (Dwi Prasetya)

Ratusan warga mengikuti kirab Festival Kali Sonto mengelilingi Kalurahan Jagalan, Kecamatan Jebres, Solo. (Dwi Prasetya)

Solopos.com--Di atas jembatan itu, sebuah gunungan tumpeng mengawali perjalanan Festival Kali Sonto. Di belakangnya, berbaris kaum ibu mengenakan kebaya berwajah sumringah. Ada pula anak-anak kecil dengan balutan batik warna-warni, para remaja berkostum lurik, ada tampilan replika sapi, wayang, keris, serta sederet atraksi kesenian kampung lainnya.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Inilah Festival Kali Sonto, persembahan warga Jagalan,” kata Simon Katimin, Ketua Panitia acara kirab budaya yang digelar masyarakat Kelurahan Jagalan, Jebres, Minggu (10/7).

Ya, Kali Sonto adalah cerita masa lalu. Dulu, di sungai yang membelah Kelurahan Jagalan itu, tumbuh masyarakat yang menyatu dengan rasa kepeduliannya. Konon menurut cerita rakyat yang turun-temurun, di tepi cekungan daratan yang memanjang hampir 1 km itu bersemayam seorang pertapa bernama Mbah Sonto. Tiba-tiba, orang itu muksa, hilang bersama kegaibannya. “Orang-orang lantas menyebut sungai itu dengan nama Kali Sonto,” sahut warga lainnya.

Di tengah kemeriahan festival itu, Kali Sonto sepertinya hendak menangis. Wajahnya muram dengan warna air hitam pekat. Tumpukan sampah berserakan di mana-mana. Aroma khas tak sedap pun serasa  menusuk-nusuk hidung. “Ketika Bengawan Solo meluap tahun 2007 silam, kali ini bahkan merendam hampir separoh penduduk Jagalan” urai Simon.

Pergerakan zaman memang telah membalik segalanya. Masyarakat di sepanjang Kali Sonto tak lagi peduli dengannya. Sungai itu pun saban hari hanya menjadi tempat pembuangan sampah. Akibatnya, sungai itu pun membalas dengan menebarkan teror penyakit. “Festival ini hanya momentum untuk menggugah kesadaran warga. Kami ingin mengumandangkan betapa Kali Sonto adalah bagian dari denyut kehidupan kita sehari-hari yang harus kita jaga,” kata Dwi Wahyu, warga Jagalan yang menjadi konseptor penataan Kali Sonto.

Perlahan namun pasti, warga di sepanjang Kali Sonto kini bangkit dan bersmaa-sama menatanya. Sebuah festival barangkali hanyalah ajang kreativitas, bukan sebuah tujuan. “Tujuan utamanya ialah menata lingkungan berbasis masyarakat. Masyarakat yang menempati, masyarakatlah yang menjaganya,” pesan YF Sukasno, Ketua DPRD Solo yang terjun mengikuti kirab itu.

(Aries Susanto)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya