SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Salam Perspektif Baru, Kini kita bincang-bincang tentang perikanan yang merupakan hal penting. Pasalnya, perikanan selalu berhubungan dengan nelayan.

Kita mengetahui nelayan termasuk warga negara berekonomi lemah, kontras dengan perannya sebagai pahlawan protein bangsa.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Untuk itu kita menghadirkan narasumber M Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Menurut Riza, perlu ada langkah luar biasa agar tetap ada yang mau menjadi nelayan, seperti antara lain memberi asuransi nelayan agar mereka lebih berani melaut.

Kedua, harus ada langkah luar biasa menyiapkan sistem informasi yang sampai ke kampungkampung nelayan mengenai kondisi laut.

Ekspedisi Mudik 2024

Berikut wawancara Jaleswari Pramodhawardani dengan M. Riza Damanik.

Apa itu Kiara yang Anda dan kawan-kawan berada di dalamnya?
Kiara adalah sebuah organisasi koalisasi dari individu, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan organisasi masyarakat (Ormas) yang memiliki perhatian lebih terhadap masyarakat nelayan, sektor kelautan dan perikanan secara umum.

Apa saja yang dilakukan organisasi tersebut?
Kita mengetahui nelayan kita praktis tidak terlibat dalam banyak keputusan yang dihasilkan negara. Jadi kami mencoba untuk melakukan pendidikan-pendidikan di kampung nelayan. Indonesia sebagai negara maritim, tetapi fakta menunjukkan kita masih mengimpor ikan dari Pakistan yang luasnya hanya sepertiga dari luas wilayah Indonesia.

Apakah sebetulnya kita kekurangan ikan karena ikan tersebut banyak diekspor, dicuri, atau memang kita tidak memiliki teknologi mengekspor lebih lanjut?
Sudah lebih dari 15 tahun aktivitas pencurian ikan di laut Indonesia belum teratasi. Saya kira salah satu faktor pemicu adalah tidak ada nya keberanian diplomasi yang lebih untuk melawan kejahatan perikanan ini.

Berapa kira-kira total kerugian negara dari pencurian ikan?
Data terakhir sekitar US$ 2 – 4 juta. Kalau kita melihat dalam konteks pencurian ikan, kami mencatat setidaknya ada 10 negara yang secara konsisten aktif setiap tahunnya mencuri
ikan kita.

Siapa saja mereka?
Ada China, Malaysia, Filipina dan beberapa negara lainnya. Kita melihat mereka rutin melakukan penangkapan ikan di laut kita. Seyogyanya perlu ada langkah diplomasi yang lebih.
Sayangnya ini tidak dilakukan. Kedua, ada fakta strategi ekonomi Indonesa masih pada upaya peningkatan ekspor. Terakhir sekitar 1,2 juta ton ikan kita dikirim ke luar negeri.
Kami melihat memang ekspor ikan setiap tahun bertambah, tapi logika ekonominya terbalik. Misalnya, kita mengirim udang ke Jepang semakin meningkat dari 2008 ke 2009 tapi harganya turun sekitar US$ 2-3 per kilogram. Ketiga, ada faktor konsumsi ikan dalam negeri terus meningkat sekitar 25%, 10 tahun terakhir.

Bagaimana kebutuhan ikan dengan ketersediaan ikan kita?
Hari ini, kondisi ketersediaan ikan Indonesia saya kira sangat memprihatinkan se kali. Penelitian terakhir, pada 2007, saya dan teman-teman melihat, pada 2015 kita akan mengalami krisis ikan luar biasa kalau tidak ada perubah an untuk menghentikan pencurian dan ekspor pe rikanan tadi.

Apa saja yang selama ini belum dilakukan pemerintah?
Pertama, belum terpenuhi nya hak-hak nelayan dan petambak tradisional kita. Kami melihat sampai hari ini regulasi tidak memberi perlindungan terhadap wilayah tangkap tradisional. Saat ini nelayan tradisional hanya memiliki alat tangkap yang sederhana sekali dengan daya jangkau maksimum tiga mil untuk menangkap ikan. Tapi justru di wilayah tangkap ini kita menemukan pencemaran yang cukup marak sekali, sehingga mereka tidak bisa menangkap ikan sehat dalam jumlah besar. Faktor kedua, ada situasi rezim pasar hari ini tidak menguntungkan bagi nelayan. Misalnya, ada persyaratan sertifi kasi perikanan untuk industri yang menjadi pembatasan bagi nelayan.

Bagaimana hasil dari pertemuan Copenhagen, Denmark tentang perikanan? Apa pengaruh langsung perubahan iklim terhadap nelayan-nelayan kita?
Jelas tidak ada hal yang signifi kan yang bisa kita raih untuk konteks kelautan dan perikanan. Bahkan, presiden kita dalam pertemuan di Copenhagen nyaris tidak menyebutkan urgensi Indonesia sebagai negara kelautan dalam konteks perubahan iklim di Copenhagen. Kedua, terkait dengan perikanan, dalam pandangan nelayan, yang namanya perubah an iklim itu terjadinya perubahan wilayah tangkap. Anda mengatakan dalam satu tahun nelayan melaut sekitar 160 – 180 hari.

Apakah kalau dengan terjadinya perubahan iklim akan ada perubahan?
Dampak perubahan iklim antara lain suhu air laut meningkat yang membuat perubahan wilayah hidup ikanikan di laut. Sayangnya perubahan tidak bisa diikuti nelayan-nelayan kita karena keterbatasan teknologi, informasi dan sebagainya. Kedua, karena alat tangkap mereka sederhana.

Apa saja yang pernah didesakkan Kiara kepada pemerintah terkait perubahan iklim?
Terakhir kita bertemu dengan Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung Wibowo. Kita meminta DPR untuk memanggil delegasi Indonesia sewaktu di Copenhagen karena kita me lihat sudah 15 kali berlangsung pertemuan mengenai perubah an iklim tapi  tidak satu pun lapor an kepada pu blik.

Apa sebenarnya hasil yang dicapai dan sebagainya?
Kami menilai sekitar 200 orang delegasi Indonesia di Copenhagen tidak sedang menegosiasikan 200 orang, tapi sedang menegosisasikan 200 juta nasib rakyat Indonesia. Jadi kami, melalui DPR, berkepentingan untuk meminta pertanggungjawaban mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya