SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO—Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Solo menilai rancangan peraturan daerah (raperda) keterbukaan informasi publik (KIP) tidak boleh bertentangan dengan UU No. 14/2008 tentang KIP. Bila pasal-pasal dalam raperda berlawanan dengan UU itu maka regulasi itu batal demi hukum.

Sebelumnya, hasil konsultasi pansus raperda KIP ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) beberapa waktu lalu menerangkan pemohon informasi dari lembaga publik harus menyertakan persyaratan tertentu, seperti akte pendirian lembaga dan seterusnya. Selain itu, lembaga publik hanya mendapatkan informasi sesuai dengan peruntukkan atau bidang kerja lembaga yang bersangkutan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Manajer Program Pattiro Solo, Rokhmad Munawir, saat dihubungi solopos.com, Sabtu (23/11/2013), berharap wacana yang disampaikan Kemendagri itu tidak diakomodasi dalam raperda. Menurut dia, wacana itu justru membatasi KIP untuk masyarakat dan bertentangan dengan UU KIP.

Ekspedisi Mudik 2024

“Bila tetap mengadopsi wacana itu, maka raperda itu secara tidak langsung bertentangan dengan UU 14/2008. Raperda menjadi tidak akomodatif. Lembaga publik itu bukan hanya LSM, semua SKPD [satuan kerja perangkat daerah] itu juga badan publik. Logika sederhana, Dinas Pendidikan minta informasi kesehatan pasti ditolak,” tutur dia.

Menurut Rokhmad, pada Pasal 17 UU KIP jelas mengatur semua informasi yang dimiliki badan publik terbuka untuk masyarakat. Bahkan, perseorangan pun bisa mendapatkan informasi ke lembaga publik. Dia mengungkapkan hanya informasi yang berkaitan dengan UU khusus yang tidak terbuka untuk publik. Dia menyontohkan informasi yang berhubungan dengan stabilitas keamanan negara tidak boleh diketahui publik.

“TNI misalnya, tidak semua warga boleh mengakses karena berkaitan dengan pertahanan dan keamanan. Diagnosis penyakit seseorang tidak boleh diangkat oleh publik. Hanya keluarga dekat yang boleh diberi tahu. Ada juga permasalahan yang berdampak pada stabilitas ekonomi, seperti nilai jual objek pajak (NJOP) di BPN [Badan Pertanahan Nasional] tidak bisa diakses publik. Kalau berkaitan dengan per sektor, seperti sektor lingkungan hanya bisa mengakses informasi tentang lingkungan itu tidak masuk akal,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Solo, Dedy Purnomo, menyatakan hasil konsultasi dengan Kemendagri itu masih wacana sebagai bahan pembahasan di pansus. Persoalan wacana itu diakomodasi dalam raperda atau tidak, kata dia, tergantung pada hasil pembahasan pansus.

Secara pribadi, Dedy berpendapat pembatasan bisa dilakukan hanya untuk informasi-informasi khusus.
“Pembatasan itu dilakukan karena kami hanya ingin menjaga agar informasi itu tidak disalahgunakan. Jangan sampai terjadi ada pemohon yang seolah-olah sebagai petugas yang berwenang. Dalam persoalan laporan pertanggungjawaban keuangan misalnya, yang berhak mengaudit kan BPK, BPKP dan KPK. Kalau ada pemohon selain instansi itu yang bertindak seperti auditor, itu yang diantisipasi,” tambahnya.

Dalam pembahasan regulasi, sambung Dedy, pansus tidak hanya berpegang pada UU, tetapi juga mengacu pada regulasi turunan di bawah UU, seperti peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen). Bila mengacu pada UU saja, jelasnya, seolah-olah seperti bertentangan. Tetapi bila melihat pada aturan teknisnya, ternyata ada hal-hal lain.

“Ketika lembaga lingkungan hidup meminta informasi tentang kunjungan kerja tentu tak ada korelasinya. Ini yang kami antisipasi. Terutama mereka dari kalangan LSM yang tidak jelas. Sebenarnya mekanismenya masih panjang, nanti pansus juga minta pendapat masyarakat, ada pandangan fraksi dan seterusnya,” akunya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya