SOLOPOS.COM - Ilustrasi (Dok. SOLOPOS)

Ketahanan pangan Solo, KKP Solo mencatat konsumsi makanan tradisional rendah.

Solopos.com, SOLO–Tingkat konsumsi makanan tradisional warga di Kota Bengawan masih sangat rendah. Kantor Ketahanan Pangan (KKP) Kota Solo mencatat konsumsi makanan tradisional, seperti umbi-umbian selama 2014 hanya 1,9%, jauh dari standar komsumsi pangan nasional sebesar 2,5%.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kepala KKP Solo, Kentis Ratnawati, mengatakan konsumsi nonberas dan terigu bagi masyarakat Solo masih rendah karena beberapa faktor. Salah satunya Solo tidak memiliki banyak lahan untuk menanam umbi-umbian. Produksi umbi-umbian harus dipasok dari luar kota sehingga harga pangan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras.

“Produk pangan lokal harus yang fresh dan bisa diolah dengan berbagai macam olahan. Namun karena tidak punya lahan, produk pangan yang dipasok ke Solo sudah tidak dalam kondisi fresh,” kata Kentis di jumpa pers kepada wartawan di kantor Bagian Humas dan Protokol Setda Solo, Senin (12/10/2015).

Kentis mengatakan selama ini produk pangan seperti umbi-umbian dipasok dari Wonogiri. Begitu pula tepung mocaf, yakni tepung singkong yang telah dimodifikasi dengan perlakuan fermentasi.  Tepung ini digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti terigu. Kentis kini tengah berupaya penuh untuk menggalakkan budaya makan makanan tradisional dari bahan non beras dan terigu.  Salah satunya, dalam rangka memperingati Hari Pangan tahun ini pihaknya akan mengadakan lomba cipta dan kreasi Lenjongan, bazar pangan lokal, serta pameran tanaman sayuran.

“Lomba cipta karya Lenjongan akan digelar Selasa [hari ini] di Pendapi Gede Balai Kota,” jelas dia.

Sementara itu, sebagai puncak kegiatan, Kentis mengatakan akan dilaksanakan kegiatan bazar pangan lokal di Car Free Day (CFD), Minggu (18/10).

Kegiatan ini akan diikuti 100 peserta dari KKP se-Soloraya, kelompok kerja (Pokja) kelurahan, pengelola kantin sehat, kelompok tani, serta SMK jurusan Boga Solo.

Kentis mengatakan pola pangan ini diukur dari konsumsi padi-padian, umbi-umbian, pangan hewan, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, serta buah dan sayur-sayuran. Kentis menyampaikan belum terpenuhinya pola pangan di antaranya karena konsumsi umbi-umbian atau makanan tradisional warga masih rendah.

Mestinya sesuai standar nasional, konsumsi umbi-umbian harus 2,5%. Sementara konsumsi umbi-umbian di Solo hanya 1,9%. Sebaliknya, konsumsi minyak dan lemak justru berlebih. Kentis berharap pola pangan warga bisa dibenahi dengan terus digalakkannya sosialisasi tentang pangan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya