SOLOPOS.COM - Ilustrasi bocah pengidap difteri (JIBI/Solopos/Antara)

Kesehatan warga di Kota Semarang terancam dengan wabah difteri.

Semarangpos.com, SEMARANG – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi, Kota Semarang, meminta para staf, baik dokter maupun perawat untuk lebih tanggap terhadap pasien pengidap difteri.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu disampaikan Dokter Spesialis Anak RSUP dr. Kariadi, dr. Hapsari SpA(k), menggelar acara Sosialisasi Penyakit Difteri Untuk Staf RSUP dr. Kariadi di RSUP dr. Kariadi, Semarang, Kamis (21/12/2017).

Hapsari mengaku wabah difteri tidak bisa dianggap remeh. Wabah itu bahkan sudah merenggut nyawa satu pasien RSUP dr. Kariadi, beberapa waktu lalu.

Ekspedisi Mudik 2024

Hapsari menyebutkan sebelumnya RSUP dr. Kariadi menerima delapan pasien yang diduga atau suspect difteri. Dari delapan pasien itu, empat di antaranya dinyatakan positif difteri.

“Itu semua [pasien] sekarang sudah pulang. Tapi, ada satu yang meninggal, anak usia empat tahun rujukan dari Kendal,” ujar Hapsari di sela kegiatan sosialisasi tersebut.

[Baca juga 3 Pasien Difteri Dirawat di RS Kariadi, 1 Meninggal]

Hapsari menyebutkan pasien difteri itu berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah (Jateng), seperti Kabupaten Semarang, Boyolali, Kendal, dan Demak. Pihaknya melakukan penanganan terhadap pasien itu dengan menempatkan di ruang isolasi dan memberi obat termasuk anti-difteri serum (ADS).

Dalam kegiatan yang diikuti sekitar 200 dokter dan staf RSUP dr. Kariadi itu, Hapsari mengimbau agar tenaga medis lebih  teliti. Hal itu dikarenakan difteri sebenarnya merupakan penyakit yang tergolong sudah lama dan sempat menghilang tapi sekarang muncul lagi.

“Istilahnya re-emerging desease sehingga banyak dokter, perawat, tenaga medis yang tidak mengenal penyakit itu,” terang Hapsari.

Dalam sosialisasi tersebut, dijelaskan tiga materi pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien suspect maupun positif difteri. Ketiga pemeriksaan itu meliputi mikrobiologi untuk mendeteksi kuman difteri oleh spesialis mikrobiologis, kemudian secara klinis, dan terakhir melalui standard pre-caution atau pencegahan kontak dengan pasien difteri.

“Artinya, kewaspadaan apa yang kita lakukan supaya tidak tertular. Yang pertama adalah penggunaan masker bedah (masker berwarna hijau), bukan N95 yang digunakan untuk pencegahan penyakit menular melalui udara seperti TBC dan flu burung,” jelasnya.

Hapsari menuturkan bahwa pada dekade yang dulu difteri lebih banyak menyerang anak-anak. Terkait adanya pasien dewasa saat ini, kan karena imunisasi orang dewasa itu tidak bagus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya