SOLOPOS.COM - Rohmah Jimi Sholihah (Istimewa/Dokumen pribadi).

Solopos.com, SOLO — Masalah kesehatan mental di Indonesia semakin tidak dapat dianggap remeh, terlebih korban yang berjatuhan justru berada pada usia produktif.  Usia yang seharusnya digunakan untuk menemukan jati diri, memperbanyak relasi, hingga melakukan berbagai aktivitas untuk menghasilkan sesuatu.

Tentu masih lekat dalam ingatan kita kasus TNR, 18, yang menghebohkan masyarakat. Pada usianya yang masih sangat muda, ia mengambil keputusan mengakhiri hidup dengan melompat dari lantai ke-11 Hotel Porta, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Promosi Sejarah KA: Dibangun Belanda, Dibongkar Jepang, Nyaman di Era Ignasius Jonan

Peristiwa itu terjadi selang dua hari dari World Mental Health Day atau Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Berdasar video yang beredar, tingkah laku TNR tampak sangat normal, ceria, dan tidak terindikasi memiliki permasalahan psikis yang akut.

Ia kerap membagikan unggahan tentang depresi dan ganggugan kejiawaan di akun media sosial. Kasus TNR merupakan satu dari puluhan, ratusan, bahkan ribuan masalah psikis di yang terjadi di Indonesia. Indonesia menempati peringkat kesembilan di kawasan Asia Tenggara dalam urusan masalah psikis atau gangguan kejiwaan.

Itu masih tergolong jauh di bawah negara-negara tetangga, tetapi peristiwa tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata. Apa sebenaranya yang melatarbelakangi tindakan agresif tersebut? Depresi, gangguan mental, mengalami kekerasan psikologis, bullying, hingga ketidaksiapan menghadapi permasalahan hidup adalah beberapa alasan kuat dan dijadikan seseorang melakukan tindakan tersebut.

Ketiadaan pendampingan juga menjadi penyebab utama seseorang dengan masalah kesehatan mental nekat menyakiti diri hingga berujung kematian. Kesehatan mental selalu berkaitan dengan kemampuan menguasai diri dan perilaku hingga lingkungan sekitarnya sehingga sangat memengaruhi kesehatan fisik dan keberlangsungan hidup manusia.

Dengan perlakuan yang sama, seseorang akan memperlihatkan respons yang berbeda, tergantung bagaimana kesehatan mentalnya. Beberapa ahli menilai separuh dari pengidap gangguan jiwa dimulai pada usia 14 tahun yang sebagian besar tidak terdeteksi sehingga tidak mendapatkan penanganan yang baik.

World Health Organization atau WHO menjelaskan setidaknya ada empat kriteria utama seseorang dapat dinyatakan sehat jiwa, yaitu mengenali potensi diri, mampu mengatasi stres sehari-hari, produktif, dan bermanfaat untuk orang lain.

Peran Pendidikan

Pendidikan memegang peranan penting bagi masalah kesehatan jiwa para siswa. Pendidikan di sekolah tidak boleh hanya berfokus pada ranah akademis, bahkan membebani siswa secara mental hingga mengabaikan hubungan sosial mereka.

Selain upaya promotif dan preventif, sekolah juga dapat melakukan intervesi dini berupa konseling oleh guru maupun konselor sebaya. Pada jenjang SMP dan SMA biasanya sekolah menyediakan guru khusus untuk menangani hal-hal tersebut, yakni guru bimbingan konseling.

Sayangnya, keberadaan guru bimbingan konseling masih dirasa kurang di jenjang sekolah dasar sehingga mau tidak mau guru kelas maupun guru mata pelajaran merangkap tugas memberikan konseling seadanya dengan menyisipkan pada setiap pelajaran.

Beberapa langkah dapat ditempuh pengelola sekolah dalam rangka menjaga kesehatan mental siswa-siswa, bahkan dengan langkah sederhana. Pertama, sekolah dapat menggandeng dinas kesehatan untuk menyosialisasikan kesehatan jiwa dan memaparkan tindakan yang harus dilakukan apabila mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya seperti kekerasan hingga perundungan.

Undang-undang tentang perlindungan anak juga dapat dikenalkan. Langkah awal ini sekaligus menjadi kesiapsiagaan dan tindakan antisipasi untuk hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua, menyediakan layanan psikolog sekolah.

Siswa dapat secara bebas menceritakan masalah yang dihadapi secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui e-mail maupun Whatsapp. Psikolog sekolah dapat diambil dari guru yang telah dibekali kemampuan dasar psikologi maupun mendatangkan psikolog dalam jangka waktu tertentu.

Ketiga, menyediakan layanan kotak psikologi. Kotak ini dapat disediakan di setiap kelas maupun di beberapa tempat. Siapa pun dapat menuliskan keluh kesah dan menyalurkan melalui kotak ini dengan tetap terjaga kerahasiannya.

Meskipun terkesan sangat sederhana, diharapkan keberadaan kotak psikologi ini dapat dijadikan sarana bagi siswa meluapkan beban yang selama ini ditanggung dan mempermudah guru dalam memberikan layanan.

Keempat, menyediakan nomor aduan apabila siswa mendapatkan tindakan yang tidak mengenakkan seperti perundungan secara verbal maupun fisik. Siswa dapat melaporkan tindakan yang ia terima kapan pun dan di mana pun. Sosialisasi tentang dengan nomor aduan ini dapat diberikan di majalan dinding sekolah maupun di tempat lainnya.

Kelima, sesekali sekolah perlu mengadakan kegiatan yang bersifat melepaskan beban siswa. Misalnya, berteriak bebas di tengah ruang yang lapang. Guru dapat mempersilakan siswa melampiaskan emosi yang terpendam di tempat yang sunyi dan dapat merelaksasi pikiran.

Cara lain yang dapat ditempuh, misalnya, dengan menyiapkan kertas untuk tempat siswa menulis kesulitan apa yang dihadapi. Kertas tersebut dapat dimasukkan dalam sebuah balon lalu ditiup dan diterbangkan bersama-sama.

Guru perlu menekankan bahwa permasalahan seperti balon udara yang dapat kita lepaskan sewaktu-waktu, tergantung cara kita menyikapinya.             Keenam, motivasi dari guru yang selalu disisipkan dalam setiap pembelajaran. Meskipun terkesan sangat normatif dan belum optimal, motivasi-motivasi yang diberikan guru dapat memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan psikologi siswa.

Kedekatan antara guru dan siswa, perhatian-perhatian kecil yang diberikan, perlakukan yang sama akan memberikan dampak yang besar pada kesehatan mental siswa. Guru tidak dapat mengabaikan sekecil apa pun perubahan siswa-siswa di kelas dengan terus memantau, memberikan jawaban, serta menawarkan solusi terbaik dari setiap masalah yang dihadapi.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 November 2022. Penulis adalah guru SDN 2 Tasikhargo, Kecamatan Jatisrono, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah dan penulis buku)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya