SOLOPOS.COM - Ilustrasi tikus (nhs.uk)

Pemerintah memastikan belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) leptosprosis kendati penyakit ini telah menelan sejumlah korban jiwa.

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

 

Harianjogja.com, BANTUL– Lima kecamatan di Bantul tercatat sebagai wilayah endemis leptospirosis. Pemerintah memastikan belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) leptosprosis kendati penyakit ini telah menelan sejumlah korban jiwa.

Dinas Kesehatan Bantul saat beraudiensi dengan Komisi D DPRD setempat yang membidangi masalah kesehatan melansir lima kecamatan yang paling banyak ditemukan kasus leptospirosis pada 2015. Lima kecamatan tersebut yaitu Sedayu, Kota Bantul, Kasihan, Sewon dan Pleret. Sejumlah daerah itu pada tahun lalu ditemukan kasus leptospirosis dengan jumlah paling tinggi dibanding belasan kecamatan lainnya.

“Untuk 2016 [daerah endemis] belum dapat dilihat karena belum sampai akhir tahun,” papar Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (PMK) Dinas Kesehatan Bantul Pramudi Dharmawan saat audiensi Selasa (29/3).

Pramudi mengatakan, daerah endemis leptospirosis ciri-cirinya dilintasi aliran sungai. Posisi Bantul menurutnya sangat rawan terjadi leptospirosis karena banyak sungai melintasi wilayah ini.

Selain tu, posisi Bantul yang berada di daerah hilir atau selatan merupakan muara aliran sungai yang berasal dari Sleman dan Kota. Aliran sungai tersebut membawa berton-ton sampah. Tumpukan sampah tersebut sangat potensial menjadi tempat berkembangbiak tikus dan tempat tumbuhnya bakteri leptospira yang berasal dari kencing hewan pengerat itu.

Pada 2010, Bantul pernah mengalami kasus kematian leptospirosis paling tinggi sebanyak 19 korban jiwa. Kala itu bertepatan dengan musim hujan yang membawa banjir. “Penyakit ini sangat rawan terjadi pada musim hujan dan saat banjir. Karena kencing tikus akan mudah terbawa aliran air.

Sedangkan pada tahun ini, hingga Maret tercatat tiga kematian akibat bakteri leptospira dari total 19 kasus yang ditemukan. “Sebelumnya disebut lima kematian, tapi setelah diaudit hanya tiga kasus yang benar-benar disebabkan leptospirosis,” imbuhnya lagi.

Hampir 90% kasus leptospirosis menyerang petani. Pekerjaan ini menurutnya paling rawan terjangkit leptospirosis karena aktifitasnya kerap berada di wilayah basah seperti saluran irigasi. Padahal saluran irigasi tersebut mudah tercemar kencing tikus. Ia menyarankan petani melindungi diri dengan menggunakan perlengakapan seperti sepatu boat saat bekerja di sawah.

Selain itu warga berusia antara 51-55 tahun paling banyak menjadi korban penyakit ini. Di usia tersebut, daya tahan tubuh mulai menurun. Penyakit leptospirosis menurut Pramudi dapat menjadi parah apabila daya tahan tubuh pasien lemah. Penyakit leptospirosis dikatakan parah apabila menyerang sejumah organ tubuh seperti ginjal, jantung dan hati. Tanda-tandanya antara lain mata dan kulit tampak menguning. Pada masa tersebut, tingkat kematian pasien mencapai 40-50%.

Kepala Dinas Kesehatan Bantul Maya Sintowati mengatakan, lembaganya belum menetapkan status KLB leptospirosis saat ini. “Terkecuali kalau ke depan ada peningkatan kasusnya serta kematian yang signifikan,” papar Maya Sintowati. Dibanding 2010, jumlah kasus dan kematian akibat leptospirosis saat ini masih rendah. Pada 2010, jumlah kasus leptospirosis mencapai 116 kejadian dengan kematian sebanyak 19 korban jiwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya