SOLOPOS.COM - Seorang pedagang kaki lima (PKL) di Jl. Rajawali, Bareng Kidul, Klaten Tengah, Jamaludin, 36, membersihkan gerobaknya, Rabu (13/1/2021). Dia memilih mogok usaha selama PPKM. (Solopos.com/Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN -- Seorang pedagang kaki lima atau PKL di Jl. Rajawali, Bareng Kidul, Klaten Tengah, Jamaludin, 36, memilih mogok usaha selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), mulai 11-25 Januari 2021.

Gara-gara kebijakan PPKM yang membatasi usaha PKL hingga pukul 19.00 WIB, pemilik Sop Ayam Bu Lastri itu merumahkan sembilan karyawannya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagaimana diketahui, Bupati Klaten, Sri Mulyani telah mengeluarkan surat edaran (SE) bernomor 360/016/32 tertanggal 8 Januari 2021. Yakni tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Covid-19 di Klaten.

Sesuai SE itu, di poin E nomor tujuh disebutkan mall, department store, toserba, shoping center, dan pusat perbelanjaan lain yang sejenis, dan angkringan dilakukan pembatasan jam operasional. Maksimal buka sampai dengan pukul 19.00 WIB.

Ekspedisi Mudik 2024

Curhatan Pedagang Kuliner Klaten: Siang Dilarang, Malam Kena Pembatasan Jam Operasional

"Saya melihat kebijakan itu kurang adil. Kenapa usaha kami dibatasi waktunya. Mestinya Klaten bisa mencontoh Solo dan daerah lainnya yang memberi kelonggaran usaha di tengah PPKM. Adanya kebijakan itu, saya terpaksa merumahkan sembilan karyawan saya. Dengan tidak diperbolehkan usaha sejak pukul 19.00 WIB, saya enggak bisa apa-apa. Saya buka warung habis Magrib. Kalau pukul 19.00 WIB disuruh tutup, ya sama saja. Mending saya tutup dulu," kata PKL Jamaludin, saat ditemui wartawan di Bareng Kidul, Klaten Tengah, Rabu (13/1/2021).

Jamaludin mengatakan kebijakan PPKM bagi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) tersebut tak hanya berdampak pada dirinya. Sebanyak sembilan karyawannya terpaksa dirumahkan sementara waktu. Padahal omzetnya bisa mencapai Rp3,5 juta per hari.

"Para karyawan mengandalkan pendapatan di tempat saya setiap harinya. Kalau saya tidak buka, mereka otomatis juga tak ada pemasukan. Upah karyawan Rp75.000-Rp100.000 per orang. Saya berharap, semoga para PKL seperti kami diberi kelonggaran berusaha, seperti di Solo dan lainnya. Selama ini, kami selalu menaati protokol kesehatan juga," katanya.

Langgar Aturan, Hajatan di Karangpandan Dibubarkan Satpol PP Karanganyar

Merevisi Kebijakan

Sekretaris Fraksi PKS DPRD Klaten, Sri Widodo mengaku sering memperoleh keluhan sejumlah PKL terkait jam buka usaha yang dibatasi selama masa PPKM. Kondisi tersebut dinilai justru berpotensi mematikan usaha para PKL di Klaten. Diharapkan, Pemkab Klaten segera merevisi kebijakan tersebut.

"Banyak PKL yang menjerit. Mereka mengirim pesan dan menelepon saya via WhatsApp [WA] dan telepon. Mereka protes kebijakan pembatasan usaha justru memperberat kehidupan para PKL. Enggak ada salahnya meniru Solo dan daerah lainnya. Para PKL pun juga siap menaati protokol kesehatan," katanya.

Talut Longsor, 2 Rumah Warga di Cepogo Boyolali Rusak

Sri Widodo mengatakan PPKM dengan membatasi usaha PKL hingga pukul 19.00 WIB merupakan kebijakan setengah hati. Seharusnya perlu diperhitungkan juga kebutuhan masyarakat selain unsur ketegasan dan kepastian.

"Saya menilai ini kebijakan setengah hati. Di satu sisi kelihatan sok tegas. Di sisi lain ada efek domino yang lainnya. Para PKL enggak bisa berjualan mulai pukul 19.00 WIB," katanya.

Kepala Dinkes Klaten, Cahyono Widodo, mengatakan PPKM menjadi salah satu upaya mencegah persebaran virus corona di Kabupaten Bersinar.

"Kenapa PPKM dilaksanakan dua pekan? Karena untuk memutus mata rantai persebaran virus corona itu sendiri. Hasilnya bisa dilihat setelah PPKM berakhir nanti," katanya.

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya