SOLOPOS.COM - Para mantan pecandu narkoba tengah menjalani pengarahan dari salah satu instruktur pelatihan (membelakangi kamera) di Rumah Damping BNN Provinsi Jateng, Semarang, Rabu (1/3/2017). (Imam Yuda Saputra/JIBI/Semarangpos.com)

Kesadaran masyarakat dan pecandu narkoba untuk melaksanakan rehabilitasi masih sangat rendah

 

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Harianjogja.com, SLEMAN--Kesadaran masyarakat dan pecandu narkoba untuk melaksanakan rehabilitasi masih sangat rendah. Keengganan melakukan rehabilitasi disebabkan oleh tiga hal, yakni ketakutan akan diproses hukum, cemas dengan biaya dan khawatir menjadi aib di kemudian hari.

Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sleman, Kuntadi di Kantor Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kabupaten Sleman, Kamis (24/7/2017). Menurutnya, selama ini masyarakat beranggapan menggunakan narkoba adalah tindakan kriminal sehingga takut dipenjara saat melapor untuk rehabilitasi.

Padahal, lanjutnya, pendapat itu tidak benar adanya. Ia menyatakan penanganan pada pecandu narkoba lebih ditekankan pada rehabilitasi. Walaupun dalam beberapa kasus tetap harus melalui proses hukum. “Karena itu ada baiknya dilaporkan saja, daripada tertangkap dan ditemukan barang bukti, itu tetap harus lewat proses hukum,” kata Kuntadi.

Ia mengimbau kepada masyarakat yang baru dalam tahap coba-coba untuk segera melakukan rehab karena pada masa tersebut, kecanduan bisa lebih cepat disembuhkan dibanding yang sudah bertahun-tahun menjadi pengguna. “Tapi sayangnya mereka tidak sadar-sadar juga,” kata dia.

Hal lain yang ditakutkan masyarakat untuk melaporkan diri atau anggota keluarganya yang terjangkit narkoba adalah masalah biaya. Masyarakat selama ini beranggapan rehabilitasi pecandu narkoba memerlukan biaya yang besar.

Kuntadi menyampaikan masyarakat tidak perlu khawatir dengan biaya karena semuanya ditanggung oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial lewat Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL). BNN menurutnya juga akan menanggung biaya rehabilitasi bagi para pecandu.

Ia melanjutkan, para orang tua juga kerap kali enggan melaporkan anaknya yang menjadi pengguna karena khawatir dengan nama baik keluarga. Mereka berpikir punya anak seorang pecandu adalah aib yang tak perlu diketahui orang lain sehingga semuanya berusaha untuk ditutup-tutupi.

“Banyak orang tua yang sebenarnya tahu, tapi ditutup-tutupi. Padahal pada pasal 128 ayat 1 UU No 3 Tahun 2009 [tentang Narkotika] disebutkan bahwa orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur sengaja tidak melapor, akan dipidana dengan kurungan paling lama enam bulan atau pidana dengan denda paling banyak Rp1.000.000,” jelas Kuntadi.

Kuntadi mengatakan pihaknya selama ini sudah berusaha maksimal untuk melakukan sosialiasi namun ternyata hasilnya masih belum optimal. Dari data yang dipaparkannya hari itu, BNN Kabupaten Sleman punya target pasien rehabilitasi rawat jalan sebanyak 150 orang pada tahun 2017, tapi sampai saat ini baru tujuh orang yang direhabilitasi.

Target pasien rehabilitasi rawat inap juga belum terpenuhi walaupun jumlahnya lebih banyak dari rawat jalan. Dari target sebanyak 40 orang, yang sudah direhabilitasi sebanyak 36 orang. Sementara tahun 2016 saja pengguna narkoba di Sleman sebanyak 22.000, baik yang berdomisi atau tidak.

“Karena itulah saya meminta kepada semua instansi untuk terlibat aktif mengkampanyekan hal ini karena narkoba bukan hanya tugas BNN semata,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya