SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SITTWE–Korban tewas selama gelombang kekerasan komunal melanda Myanmar barat awal bulan ini hingga Kamis (20/6), mencapai lebih dari 80 orang. Sementara masyarakat setempat masih takut adanya ancaman terhadap nyawa mereka.

Menurut seorang pejabat Myanmar, sekitar 71 orang tewas dalam bentrokan yang berlangsung lebih dari sepekan. Jumlah korban itu di luar 10 warga Muslim yang tewas pada 3 Juni akibat aksi balas dendam massa Buddha atas perkosaan dan pembunuhan seorang perempuan warga setempat, sebuah aksi yang memicu kerusuhan lebih lanjut.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Kedua belah pihak saling menuduh atas serangan yang memicu kekerasan. Namun dua orang pria dijatuhi hukuman mati, Senin (18/6), atas pembunuhan dan pemerkosaan, meskipun tak ada tahanan yang telah dieksekusi di Myanmar sejak 1988.

Sebanyak delapan jenazah warga Buddha Rakhine, kemarin ditemukan di Desa Yathedaung, sekitar 65 km dari Ibu Kota Sittwe. “Mereka tewas akibat bentrokan dengan Bengali,” ujar pejabat yang tak bersedia disebut namanya itu, merujuk pada warga Muslim Rohingya.

Sementara, pemimpin kubu Rohingya mengatakan, jumlah korban tewas sesungguhnya bisa jauh lebih tinggi dibanding angka yang diberikan pihak berwenang. Meskipun para pejabat mengatakan situasi telah terkendali di sebagian wilayah Rakhine setelah keadan darurat diberlakukan selbih dari sepekan, warga setempat mengatakan situasi masih tegang dengan sebuah rumah dibakar pada Rabu (19/6) malam.

“Kami perlu keamanan yang lebih. Orang-orang tak bisa tidur di malam hari karena ketakutan. Warga telah meminta izin untuk menjaga daerah mereka dalam kelompok-kelompok di malam hari, namun pihak berwenang belum menanggapinya,” ujar seorang warga Sittwe yang juga tak bersedia disebut identitasnya, seperti dilansir yahoonews.

Negara Bagian Rakhine telah diguncang kerusuhan yang melibatkan kelompok Buddha Rakhine dan Muslim Rohingya. Insiden tersebut telah memicu kesemasan internasional.

Presiden Myanmar, Thein Sein, telah memperingatkan, kekerasan tersebut bisa mengancam reformasi demokrasi yang tengah berjalan. Posisi sekitar 800.000 kaum Rohingya di Myanmar, menurut PBB merupakan sebagai salah satu minoritas paling teraniaya.

Mereka mengalami berbagai diskriminasi, termasuk pembatasan gerak serta tak memiliki hak atas tanah, pendidikan dan pelayanan publik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya