SOLOPOS.COM - Logo Pertamina. (Twitter)

Solopos.com, JAKARTA--Kerugian akibat dampak pandemi Covid-19 tak hanya dialami PT Pertamina (Persero), melainkan juga perusahaan migas lainnya. Industri minyak dan gas bumi (migas) yang lesu akibat pandemi Covid-19 membuat kinerja perusahaan migas menurun bahkan mengalami kerugian.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, pandemi Covid-19 membawa dampak pada penurunan konsumsi minyak. Ini disebabkan sebagian kegiatan berhenti untuk memutus penularan Covid-19. Hal ini berujung pada menurunya kinerja industri migas.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

"Pandemi Covid-19 ini bisa dikatakan kondisi force majeure dimana tidak ada satupun pihak yang siap akibat dampak dari Covid-19 ini," kata Mamit, di Jakarta, (26/8/2020) seperti dilansir Liputan6.com.

Mamit mengungkapkan banyak perusahaan migas pun mengalami kerugian akibat pandemi Covid-19. Namun, meski dalam laporan keuangan Pertamina semester 1 2020 mengalami kerugian sebesar USD 767.2 juta atau setara dengan Rp 11.33 triliun, masih jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan perusahaan migas dunia yang lain.

Ekspedisi Mudik 2024

Dia menyebutkan Exxon Mobil, dalam laporan yang diterbitkan tanggal 31 July 2020 menyampaikan kerugian US$ 1,1 miliar selama semester 1 2020 karena pasokan minyak dunia menurun karena pandemi Covid-19.

"Akibat kerugian ini, Exxon nilai saham terdilusi sebesar USD 0,26 per lembarnya," tuturnya.

Hal yang sama juga terjadi pada perusahaan minyak asal Inggis yaitu BP. Berdasarkan laporan keuangan yang perusahaan minyak asal Inggris ini, sepanjang semester I 2020 harus mengalami kerugian sebesar USD6,7 miliar. Berbanding terbalik dengan periode tahun lalu dimana BP mendapatkan keuntungan sebesar USD2,8 miliar.

Chevron, perusahaan migas yang berbasis di Amerika Serikat dalam laporan keuangannya di semester I 2020 mengalami kerugian sebesar USD8,3 miliar, dengan saham yang terdilusi sebesar USD4,44 per lembarnya.

"Penyebab meruginya BP dan Chevron adalah lemahnya harga minyak dan gas dunia," tuturnya.

Grafis kerugian sejumlah perusahaan migas di dunia (istimewa/Kementerian BUMN)
Grafis kerugian sejumlah perusahaan migas di dunia (istimewa/Kementerian BUMN)

 

Private Placement Bukopin Disetujui Mayoritas Pemegang Saham

Tiga Faktor Penyebab Kerugian

Seperti dilansir Bisnis.com, kinerja PT Pertamina (Persero) sebagai induk usaha pada paruh pertama tahun ini berbalik merugi US$761,23 juta atau sekitar Rp10,85 triliun (kurs 30 Juni Rp14.265).

Pembalikan kinerja menjadi merugi ini akibat tiga faktor utama yang menghantui industri perminyakan global di tengah pandemi Covid-19.

Faktor itu adalah harga jual di hulu yang jatuh ke bawah titik keekonomian. Kemudian perubahan pola konsumsi energi terutama minyak dan gas akibat pembatasan sosial berskala besar. Yang ketiga fluktuasi nilai tukar rupiah dan dolar Amerika Serikat yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan migas.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di Bisnis Indonesia edisi Senin (24/8/2020), Pertamina membukukan pendapatan sebesar US$20,48 miliar pada semester I/2020. Dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$25,46 miliar. Artinya sepanjang 6 bulan tahun ini jumlah pendapatan Pertamina menyusut 19,56 persen.

Perusahaan hanya berhasil meningkatkan penjualan ekspor minyak mentah, gas bumi, dan produk minyak menjadi US$1,76 miliar. Jumlah ini naik 9,75 persen secara year-on -ear (yoy). Namun, nilainya tak signifikan untuk mengatrol total penjualan perseroan.

Pos lain di Pertamina juga menurun atau merugi. Perinciannya pendapatan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, dan produk minyak sebagai kontributor terbesar, turun 19,82 persen menjadi US$16,56 miliar.

Menteri BUMN Erick Thohir: Tol Pertama Di Aceh Bukti Keberpihakan Dan Pemerataan Pembangunan

Sangat Kompleks

Head of Corporate Communication Elnusa Wahyu Irfan sebelumnya mengatakan bahwa kondisi pada tahun ini memang cukup menantang. Dia menyatakan perseroan akan merevisi target pendapatan dan laba yang semula ditargetkan Rp9,1 triliun dan Rp400 miliar.

Sejalan dengan kinerja Pertamina, dia menyatakan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah, volatilitas harga minyak menjadi momok bagi perseroan pada tahun ini. Hal ini juga kian pelik dengan adanya dampak negatif dari penyebaran Covid-19 di Tanah Air.

“Tantangan eksternal yang kami hadapi saat ini sangat kompleks, dengan adanya tiga faktor tersebut kami akan merevisi target. Tetapi, kami yakin kinerja keuangan [laba] 2020 akan tetap positif,” katanya beberapa waktu lalu seperti dilansir Bisnis.com.

Emiten terakhir milik Pertamina yang ada di lantai bursa adalah PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk. (TUGU). Emiten di bidang jasa asuransi ini juga mengalami penurunan kinerja seperti emiten di holding Pertamina lainnya.

Meski pendapatan premi bersih dan pendapatan underwriting bersih tercatat meningkat, secara kumulatif pendapatan perseroan turun 6,75 persen secara yoy menjadi Rp1,19 triliun. Perseroan juga mengalami peningkatan beban usaha sebesar 5,02 persen menjadi Rp1,04 triliun.

Alhasil, perusahaan yang 58,5 persen sahamnya dimiliki Pertamina ini mengalami penurunan laba bersih sebesar 55,29 persen secara yoy menjadi Rp96,56 miliar pada semester I/2020. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, laba bersih perseroan mencapai Rp215,99 miliar.



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya