SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Film dokumenter karya sineas Soloraya, Tonny Trimarsanto, berjudul Someday kembali tembus festival film dunia. Tahun ini karya tersebut lolos nominasi Film Dokumenter Pendek Terbaik dalam Festival Film Pendek Melbourne 2022.

Sebelumnya film yang sama memenangi Lugar Protagonista at Greeto Queer Film Festival 2021 di Amerika Serikat serta lolos official selections di beberapa festival film Eropa. Film yang dalam versi bahasa Indonesia berjudul Pada Suatu Hari Nanti ini bakal bersanding dengan lima karya lain besutan sutradara dunia.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Ada Storgetnya dari Amerika Serikat dan Nsenene dari Britania Raya. Semuanya bakal diputar secara offline dan online di kanal festival tersebut, Jumat-Minggu (4-6/3/2022).

Baca Juga: Penonton Film Spiderman di Soloraya Membeludak

Film karya sineas Soloraya berjudul Someday itu menceritakan tentang kisah transpuan dengan HIV/AIDS yang juga disabilitas daksa asal Bandung bernama Farah, 40. Meski memiliki kerentanan ganda, Farah lumayan aktif berkegiatan sosial.

Ia membantu sesama orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di kawasan Bandung. “Kisah itu yang ingin kusampaikan lewat film ini. Bahwa hidup tak lantas selesai ketika menjadi transpuan ODHA yang juga difabel. Ingin membawa penonton menemukan nilai-nilai inspirasi dari Farah,” terang Tonny yang merupakan warga Klaten tersebut, Jumat (18/2/2022).

Sosok Farah

Kisah Farah ini mulai diproduksi pada 2015 hingga 2016. Tonny mengikuti perjalanan Farah pada kurun waktu tersebut. Riset dilakukan selama sepekan sebelum akhirnya memutuskan untuk memuat sosok Farah.

Baca Juga: Film Van Solo Begint de Victorie, Perjalanan Persis Solo Juara Liga 2

Sementara proses pascaproduksi film dokumenter karya sineas Soloraya itu dilakukan selama dua tahun yakni sekitar 2019 hingga 2020 dengan total durasi selama 30 menit. Setelah itu, Someday mulai diputar di beberapa festival dunia. “Justru festival Indonesia malah yang belum ini,” katanya, Jumat.

Selama ini Tonny memang dikenal sebagai sutradara dengan spesialisasi transpuan. Ia aktif memproduksi film sejak 2001. Total ada 51 judul yang dibuat dengan berbagai isu sosial.

Selain itu, pemilik Rumah Dokumenter Klaten ini juga beberapa kali terlibat sebagai tim produksi di luar penyutradaraan. Tonny mulai aktif menggarap isu transpuan sejak 2006. Karya pertamanya yakni Renita Renita yang menceritakan tentang kisah transpuan bernama Muhammad Zein Pundagau atau Renita.

Baca Juga: Bioskop Solo Menggeliat, Mulai Dibanjiri Promosi Film Layar Lebar

Spesialisasi Waria

Setelah itu sineas asal Soloraya itu memproduksi beberapa karya film dokumenter lain seperti Mangga Golek Matang di Pohon, dan Bulu Mata.

“Saya justru senang disebut sebagai sutradara spesialisasi waria. Justru malah bisa membuat pendalaman isu. Selama ini masih banyak cerita tentang waria yang belum selesai dan belum disampaikan ke penonton,” katanya.

Saat ini, kata Tonny, ada dua film panjang yang masih dalam proses produksi. Kemungkinan keduanya bakal dirilis dua hingga tiga tahun ke depan. Ia juga baru saja menyelesaikan mapping sekitar 30 waria di Yogyakarta.

Baca Juga: Film Nagih Janji Cinta, Ini 7 Karakter yang Diperankan Artis Lokal Solo

Upaya Tonny untuk memublikasikan isu transpuan ini tak hanya dilakukan secara eksklusif di sejumlah festival khusus. Beberapa filmnya juga diputar di platform online untuk menggaet penonton umum.

“Beberapa kali film saya juga diputar dan didiskusikan di forum umum seperti kampus, dan ada juga di platform online,” kata Tonny.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya