SOLOPOS.COM - Warga berebut gunungan dalam Kirab Adat Budaya Sura di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Karanganom, Klaten, Minggu (24/9/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Kirab budaya di Karanganom, Klaten, diramaikan kebo bule Keraton Solo.

Solopos.com, KLATEN — Menjelang garis finis di depan panggung hiburan, ribuan warga yang menunggu arak-arakan mengerumuni gunungan-gunungan yang lewat. Mereka berdesak-desakkan, melompat, berebut apam, dan aneka hasil bumi yang dikirab.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sejurus kemudian, debu mengepul memenuhi kerumunan. Watiyem, 40, warga Dukuh Grubugan, Desa Karangan, Karanganom, Klaten, ikut berbaur di dalam kerumuman.

Perjuangannya tak sia-sia. Seusai menerjang debu dan panas cuaca siang itu ia berhasil membawa pulang sebonggol jagung, seikat kacang tanah, beberapa buah terung, hingga apel dan salak.

Ia memasukkan hasil “perburuannya” ke dalam kantong plastik yang disiapkan sebelumnya. “Tiap tahun saya ke sini alhamdulillah dapat banyak,” ujar dia dengan napas yang masih tersengal-sengal dan peluh membasahi wajah dan lehernya.

Makanan dan hasil bumi yang dikirab dalam Kirab Adat Budaya Sura, Minggu (24/9/2017), itu diyakininya membawa keberkahan. Bentuk keberkahan itu bermacam-macam misalnya kelancaran rezeki, kesehatan, hasil panen bagus, umur panjang, dan sebagainya.

“Tapi memintanya ya sama Allah, bukan sama gunungannya. Itu yang utama,” beber dia.

Daya tarik kirab yang rutin digelar di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Kecamatan Karanganom, ditambah dengan hadirnya enam ekor kerbau keturunan Kyai Slamet atau dikenal Kebo Bule. Kerbau itu masuk ke dalam barisan terdepan membuka iring-iringan prajurit Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

“Kalau kehadiran kebo bule baru dua kali ini. Itu yang bikin antusiasme penonton ke sini. Menurut saya, ini paling ramai dibanding kirab-kirab sebelumnya,” ujar pengunjung lain.

Tak hanya itu, kereta kencana yang ditarik dua kuda warna hitam juga tak luput dari sorotan kamera ponsel pengunjung. Iring-iringan beraneka ragam peserta berjalan sejauh lebih kurang tiga kilometer mengelilingi dukuh setempat.

Bahkan, ketika kelompok terdepan hampir mendekati garis finis, kelompok terakhir iring-iringan belum diberangkatkan. Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya DIY, Christiaty Ariani, mengatakan kirab menjadi magnet bagi masyarakat Klaten dan sekitarnya untuk menghidupkan kembali kebudayaan lokal.

Mereka ikut nyengkuyung pergelaran budaya yang besar sekaligus melestarikan nilai-nilai kearifan lokal. “Momen budaya seperti ini harus didukung. Kami juga mendukung melalui beberapa program salah satunya fasilitasi komunitas budaya desa. Kendati memang kemampuan swadaya masyarakat juga harus ada,” ujar dia di sela-sela acara.

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Klaten, Sri Mulyani, dalam sambutannya yang dibacakan Sekretaris Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Klaten, mengatakan bulan Sura merupakan semangat untuk membangun kehidupan lebih baik. Kirab Adat Budaya Sura diharapkan mampu menambah wawasan tentang kekayaan spiritual dan mempererat tali silaturahmi masyarakat.

“Indonesia adalah bangsa paling majemuk di dunia. Hal ini menunjukkan kekayaan bangsa Indonesia yang tak ternilai. Mari kita tingkatkan kerukunan dan lestarikan warisan nenek moyang yang adiluhung,” ujar Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya