SOLOPOS.COM - Petugas membersihkan halaman masjid Cipto Mulyo Pengging, Banyudono, Boyolali, akibat hujan abu yang berasal dari erupsi Gunung Merapi. (Oriza Vilosa/SoloposTV)

Solopos.com, BOYOLALI — Nama Pengging bagi masyarakat Soloraya dikenal sebagai wisata umbul yang berlokasi di Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Namun tahukah bahwa Pengging memiliki latar belakang sebagai kerajaan di masa peralihan Majapahit (Hindu-Budha) ke periode Islam Nusantara?

Dilansir dari kajian ilmiah yang ada di laman academia.edu, Selasa (5/4/2022), Pengging adalah nama kuno untuk suatu wilayah yang sekarang terletak di antara Solo dan Jogja. Pusatnya diperkirakan terletak di Kecamatan Banyudono, Boyolali yang juga disebut-sebut dalam legenda Roro Jonggrang tentang pembangunan kompleks Candi Prambanan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sementara itu, sejumlah kisah Babad Tanah Jawa menerangkan bahwa Pengging adalah nama dari seorang ulama, Ki Ageng Pengging, yang menyebarkan agama Islam di kawasan tersebut. Tokoh ini juga dikenal sebagai sosok pemberontak di wilayah Kesultanan Demak. Kalangan sejarawan Jawa banyak yang menganggap bahwa Pengging adalah cikal-bakal Kerajaan Pajang yang mengambil alih kekuasaan di Tanah Jawa setelah Kesultanan Demak runtuh.

Baca juga: Kisah Katno Bertahan Jual Akik di Pasar Kota Wonogiri, Ini Alasannya

Sejarah Kerajaan Pengging

Sejak berkembangnya Kesultanan Mataram dan masa-masa selanjutnya, wilayah Pengging kehilangan peran sebagai pusat pemerintahan. Kawasan ini kemudian berkembang menjadi tempat untuk pelaksanaan ritual keluarga penerus Mataram. Pengelolaan situs sejarah ini pada masa kolonial dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta dan sekarang tanggung jawabnya berada penuh di tangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali.

Sedangkan keberadaan Umbul Pengging diperkirakan merupakan peninggalan Ki Ageng Pengging ketika zaman peralihan kerajaan Majapahit  ke Kesultanan Demak yang dibangun oleh Keraton Surakarta. Penggunaannya pun dikhususnkan untuk raja dan kerabat Kasunanan Surakarta.

Pada dasarnya, sejarah berdirinya Pengging terdiri dari beberapa versi. Ada versi yang menceritakan bahwa Pengging dibangun oleh Prabu Kusumawicitra pada 1026. Versi menceritakan bahwa tokoh yang berasal dari Pengging berasal dari Adipati Andyaningrat yang merupakan raja kecil atau adipati yang menguasai wilayah selatan dan tenggawa kawasan Gunung Merapi. Dia gugur dalam pertempuran melawan Kesultanan Demak.

Baca juga: Tradisi Puasa Ramadan di Solo Ini Telah Tiada, karena Dianggap Bahaya

Silislah Yasadipura I, Pujangga Besar Keraton Surakarta

Kisah lain menyebutkan Ki Ageng Pengging Handyaningrat memiliki dua orang putra yang bernama Ki Kebo Kaniogoro dan Ki Kebo Kenongo dari hasil perkawinan dengan salah seorang putri Raja Majapahit waktu itu. Akan tetapi dari kedua putranya ada perbedaan mengenai keyakinan. Ki Kebo Kanigoro adalah seorang penganut Budha sedangkan Ki Kebo Kenongo adalah pemeluk Islam yang lantas dikenal dengan nama Ki Ageng Pengging setelah menggantikan kedudukan ayahnya.

Ki Ageng Pengging kemudian memiliki anak yang tercatat menjadi penguasa Demak dan menjadi Raja Kesultanan Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Selama Jaka Tingkir memimpin, daerah Pengging dijadikan sebagai wilayah Peutihan yang dibebaskan dari segala macam pembayaran pajak terhadap pemerintah. Pengging juga menjadi salah satu pusat dakwah Islam.

Nama Pengging terus berkibar pada awal abad 18 setelah pusat Kesultanan Mataram pindah ke Kartasura. Pada saat itu, daerah Kerajaan Pengging memliki sebuah pesantren yang diasuh Kyai Khalifah Syarif. Ulama itu memiliki santri bernama Zainal Abididn.

Singkatnya, Zainal Abidin menjadi abdi dalem Keraton Kartasura yang pada akhirnya diketahui sebagai Padmonagoro yang menurunkan pujangga besar Keraton Surakarta, Yasadipura I, yang handal dalam kesusastraan Jawa.

Saat meninggal, dia dimakamkan di Ngaliyan Bendan Banyudono (Kawasan Pengging). Sampai saat ini setiap Jumat Pahing, makamnya dikunjungi para peziarah. Di makam tersebut juga ada tradisi mandi kungkum oleh para peziarah di Umbul Sungsang yang dipercaya jika berendam hingga ketinggian leher selama 40 hari, segala keinginan akan terwujud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya