SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Kera untuk topeng monyet yang beratraksi di jalanan Kota Solo didatangkan dari  Jawa Barat (Jabar). Bunyi alat musik tradisonal mengalun lembut. Tak ada irama yang istimewa ataupun spesial dari alat musik tradisional tersebut.

Di sebelah alat musik tersebut seekor monyet berusia sekitar empat tahun sedang main egrang.  Terlihat monyet tersebut mengenakan celana berwarna hitam. Kemudian di bagian lehernya diikat dengan tali tambang berukuran lumayan besar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dari pantauan Solopos.com, 21 Desember 2018, monyet tersebut tengah menari-nari di atas egrang, sambil sesekali terjatuh karena kurang seimbang berat badan tubuhnya. Seorang laki-laki berusia belasan tahun nampak berkeliling di lampu merah perbatasan dua wilayah tersebut.

Anak laki-laki tersebut nampak membawa sebuah wadah berbentuk setengah oval meminta satu-persatu pengendara sepeda motor maupun mobil yang berhenti di lampu merah. Kemudian satu laki-laki sekitar 30 tahunan nampak memainkan alat musik Demung tersebut.

Seorang pemain Demung tersebut, Anton (nama samaran), bercerita monyet tersebut berasal dari Jawa Barat yang dia sewa. Anton mengaku terpaksa berhenti sekolah dan berkeliling untuk memainkan topeng monyet tersebut sejak lima tahun yang lalu.

“Saya kan nggak tamat sekolah. Orang nggak mampu jadi terpaksa berhenti sekolah,” jelas Anton.

Cari Pekerjaan Sulit

Menurut Anton mencari pekerjaan sekarang sulit. Apalagi dia tidak tamat sekolah. “Yang penting halal nyari pekerjaannya. Dikasih uang seikhlasnya nggak masalah,” jelas Anton.

Anton juga bercerita topeng monyet khas Jawa Barat tersebut biasanya dimainkan dengan sound system. Karena ada dua orang yang mengamen, alat musik Demung yang akhirnya dibawa dan dimainkan. Kemudian satu orang lainnya berkeliling sambil membawa wadah tersebut untuk menaruh uang.

Monyet tersebut diberi makan tiga kali sehari. Monyet diberi makan dengan nasi, susu, pisang, atau buah-buahan lainnya. “Monyet sengaja nyari yang umur empat tahun. Kalau nanti pakai yang besar ada yang takut megang atau melihat, dan ada yang nggak takut,” kata Anton.

Dari hasil ngamen topeng monyet tersebut, Anton biasanya mendapatkan uang dalam sehari sekitar Rp200.000. Uang tersebut akan digunakan sebesar Rp30.000 untuk membayar sewa monyet, dan sisanya untuk membayar kamar indekos di salah satu Kelurahan di Kota Bengawan.

“Nggak papa sewanya segitu [Rp30.000].  Soalnya susah nyari pekerjaan. Awalnya dikenalin temen sama monyet ini, kemudian suka dan akhirnya udah lima tahun diajak bekerja,” jelas Anton.

Anton sudah menjadi tulang punggung bagi ibunya setelah ayah kandungnya dan ayah tirinya meninggal dunia. Sang ibu tak dia suruh bekerja karena sudah tua. Sang ibu dia suruh untuk beristirahat di rumah. “Setiap bulan pulang kampung untuk menjenguk ibu dan memberi uang,” kata Anton.

Selain itu, monyet tersebut juga rutin dia mandikan tiap pagi dengan air sabun. Anton bercerita semua pekerjaan sudah dia lakukan. Mulai dari menjadi pengambil barang rongsokan hingga lainnya. “Apa aja saya lakukan, asalkan tidak nyolong,” pungkas Anton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya