SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi. (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Harianjogja.com-British Columbia, Saat Anda dituntut untuk membuat keputusan yang sulit, mungkin karena berpengaruh terhadap masa depan Anda atau hal lainnya, Anda tentu akan membutuhkan waktu berpikir cukup lama. Nah, selama itu, tahukah Anda bagian otak mana yang sedang bekerja lebih keras?

Dilansir Medical Daily, Selasa (26/11/2013), studi terbaru dari University of British Columbia menuturkan bahwa sebagian besar pengambilan keputusan manusia terjadi pada salah satu bagian terkecil dari otak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Para peneliti menemukan bahwa bagian tersebut bernama habenula lateral. Bagian otak ini meskipun sangat kecil namun memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut salah seorang penulis studi tersebut, Stan Floresco, terjadi sebuah proses yang cukup kompleks pada otak dalam pengambilan keputusan yang manusia buat setiap hari. Mulai dari memilih tawaran pekerjaan, hingga memilih jenis mobil yang ingin dibeli.

Untuk menyelidiki hubungan antara habenula lateral dan pengambilan keputusan, para peneliti merancang eksperimen pada tikus. Subjek ini dilatih untuk memilih antara hasil kecil atau hasil besar. Dalam hal ini, hasil yang diberikan pada tikus adalah satu atau empat makanan.

Menurut para peneliti, tikus normal yang dihadapkan dengan tugas ini umumnya menampilkan preferensi sistemik berdasarkan distribusi hasil itu sendiri. Dengan kata lain, ketika hasil yang besar cukup berisiko, mereka akan memilih hasil kecil.

Tim menemukan bahwa menonaktifkan habenula lateral mempengaruhi keputusan subjek dalam pengambilan keputusan. Menurut para peneliti, pemahaman yang lebih luas dari wilayah otak ini dapat menimbulkan terobosan baru dalam perawatan dan diagnosis psikiatri. Hal ini juga memberikan penjelasan mengapa ‘memblokir’ aktivitas habenula lateral dapat meringankan penyakit depresi.

Stimulasi otak dalam, yang diduga menonaktifkan habenula lateralis, telah dilaporkan membantu mengatasi gejala depresi pada manusia.

“Tapi temuan kami menunjukkan bahwa perbaikan ini mungkin tidak karena pasien merasa lebih bahagia. Mereka mungkin hanya tidak lagi peduli pada apa yang membuat mereka merasa tertekan,” ungkap Stan. Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Nature Neuroscience.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya