SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

Ilustrasi (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

JAKARTA — Kementerian Perumahan Rakyat harus membuat pertimbangan atau kajian hukum terkait rencana membuka kepemilikan properti bagi asing di zona kawasan ekonomi khusus (KEK) Batam, Bintan, dan Karimun dengan Permenpera atau merevisi PP No.41/1996.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Pertanahan Nasional Maharani mengatakan pertimbangan atau kajian yang melatarbelakangi tersebut harus disebutkan dalam konsideran dan tidak boleh bertentangan dengan UU dan Peraturan Pemerintah (PP) sejajar, hukum tata negara, apalagi UUD.

“Harus dikaji ada apa dengan zona KEK. Prinsipnya kita memiliki UUD 1945 dan UU Pokok Agraria No.5/1960, jadi jika mengatur tanah ya harus taat pada kedua UUD tersebut,” ujar Maharani. Dia menyarankan kepada pemerintah untuk berhati-hati mengatur pemilikan rumah/tanah bagi orang asing karena mengatur rumah pasti mengatur juga tanahnya. “Status tanah harus jelas dahulu haknya apa agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari,” imbuhnya.

Dia memaparkan dalam Pasal 33 UUD 1945 jelas disebutkan tanah dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sehingga negara wajib memenuhi dahulu kebutuhan rumah bagi warga negara Indonesia. “Inilah yang menyebabkan pemilikan rumah bagi warga negara asing (WNA) harus sangat dibatasi,” ungkapnya.

Menurutnya, UUPA mengatur orang asing hanya boleh memiliki dengan hak pakai. PP No.41/1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal dan Hunian untuk Asing juga memberikan hak pakai tanah selama 25 tahun dapat diperpanjang dan diperbarui, tetapi dievaluasi terlebih dahulu, tidak dapat diberikan dimuka. “UUPA memang tidak mengatur batas waktu hak pakai, tetapi logika hukumnya jika hak guna bangunan (HGB) saja hanya diatur 30 tahun, maka hak pakai sudah sewajarnya 25 tahun,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Federasi Realestat Internasional (FIABCI) untuk Asia Pasifik Rusmin Lawin mengatakan dipermudahnya regulasi kepemilikan properti bagi asing tidak akan berpengaruh banyak terhadap kenaikan harga properti di Tanah Air. “Faktor penyebab kenaikan harga itu bisa dari pasokan, terbatasnya lahan di lokasi premium, kenaikan harga bahan bangunan, juga aksi spekulasi di industri properti lokal. Kepemilikan asing tidak terlalu berkontribusi,” ujar Rusmin.

Dia menuturkan sebagai perbandingan, Malaysia yang gencar dengan kampanye Malaysia My Second Home mencatat kenaikan tertinggi justru bukan di wilayah yang banyak ekspatriatnya. Menurutnya, berdasarkan informasi yang dirilis kantor berita Malaysia Bernama, negara tetangga yang sudah 10 tahun melonggarkan regulasi kepemilikan asingnya itu mencatat rerata propersi kepemilikan warga asing hanya 2% dari total transaksi properti tahun lalu.

Meskipun di sejumlah wilayah memang proporsi asing lebih dari 2%, seperti 25% di Johor dan 11,5% di Kuala Lumpur, dalam satu dekade terakhir, jelasnya, kenaikan tertinggi justru terjadi di wilayah dengan populasi warga asing sedikit antara lain Sabah, Trengganu, Perlis, dan Pahang. “Dipermudahnya keran kepemilikan properti untuk WNA akan memacu efek domino yang positif bagi Indonesia. Contohnya, penggunaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya