SOLOPOS.COM - Pengendara sepeda motor dari arah Jl. Slamet Riyadi menerabas water barrier di Bundaran Gladag untuk menuju Jl. Mayor Sunaryo tanpa terlebih dahulu memutar ke Bundaran Tugu Pamandengan di depan Balai Kota Solo, Jumat (8/4/2016). (Irawan Sapto Adhi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Banyak penasaran kenapa Kota Solo tidak menjadi daerah istimewa seperti Yogyakarta?

Pertanyaan tersebut kerap datang dari masyarakat Kota Solo, terutama para pendatang yang bekerja di kota yang dijuluki sebagai Kota Bengawan ini.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Baca Juga:  Profil Sukmawati Soekarnoputri, Ibunda Paundra yang Pindah Agama Hindu

Apalagi Kota Solo sempat menyandang predikat tersebut pada September-Oktober 1945.

Bahkan, tuntutan Solo menjadi daerah istimewa sudah ada sejak dahulu, salah satunya datang dari abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

Baca Juga: Doa dan Amalan Jika Mengalami Kesulitan Keuangan, Biar Rezeki Lancar

Lalu, kenapa hingga sekarang Solo tidak menjadi daerah istimewa seperti Yogyakarta?

Mengutip Detik.com, sejarawan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Djoko Suryo mengatakan, ada hambatan dan prosesnya tak mudah untuk menjadikan Kota Solo sebagai daerah istimewa lagi.

Baca Juga: Ini Hari yang Bagus Berhubungan Suami Istri Menurut Islam, Malam Jumat?

“Ada hambatan untuk mendukung gagasan itu dan ini juga tidak mudah,” terang dia, 2010 silam.

Bukan hanya tak mudah, ada alasan lain kenapa Kota Solo tidak menjadi daerah istimewa seperti Yogyakarta.

Baca Juga: 5 Jurusan Kuliah yang Menjanjikan Gaji Tinggi dan Cepat Dapat Kerja

Djoko mengatakan sejak Kota Solo menjadi daerah istimewa dari 1 September 1945 hingga Oktober 1945, terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang juga muncul di berbagai daerah di Indonesia, seperti Sumatra Utara, hingga pantura Jawa.

“Tapi kemudian dalam perjalanan sejarah, ada yang membedakan nasib Surakarta dan Yogyakarta, terjadi peristiwa, yakni terjadi gerakan-gerakan revolusi sosial yang merupakan gerakan antiswapraja [antifeodalisme],” ungkap Djoko.

Baca Juga: Daftar 106 Pinjol Resmi Terdaftar OJK 2021, Jangan Sampai Salah Pilih!

Bahkan, kelompok dalam gerakan tersebut menculik dan membunuh Pepatih Dalem Kasunanan KRMH Sosrodiningrat. “Saat itu Surakarta menjadi kacau. Kala itu, yakni pada Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibu kota Republik,” imbuh Djoko.

Akibat adanya gerakan yang menimbulkan penculikan dan kekerasan terhadap sejumlah pejabat Kasunanan, Daerah Istimewa Surakarta (DIS) dibubarkan.

Baca Juga:  Asal Usul Mitos Larangan Menikah Orang Mayang dengan Pajang Solo

Djoko menegaskan kenapa Solo tidak menjadi daerah istimewa seperti Yogyakarta dikarenakan ‘kecelakaan’. Djoko berpendapat, kala itu Sunan di Surakarta masih muda sehingga tidak sesigap Sultan di Yogyakarta di awal-awal bergabungnya dengan Republik ini. Sehingga muncul ketidakpuasan dari gerakan antiswapraja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya