SOLOPOS.COM - DMFI mengadakan aksi damai di depan Balai Kota Solo untuk menagih janji Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, terkait pelarangan perdagangan daging anjing di Solo, Senin (25/4/2022). (Istimewa/DMFI)

Solopos.com, SOLO — Olahan kuliner daging anjing atau yang biasa disebut sebagai sate jamu sangat akrab dengan warga Kota Solo, Jawa Tengah sejak dulu. Sejarah olahan daging anjing memiliki sejarah panjang dalam perkembangan Kota Bengawan.

Makanan olahan mamalia berkaki empat itu sangat mudah ditemukan di Kota Solo. Para penjual kuliner daging anjing biasanya membuka warung tenda kaki lima di jalan besar di Kota Solo.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dulunya, kuliner daging anjing ini dikenal dengan sebutan sate jamu. Penamaan ini pun membuat banyak orang tertipu.

Sejumlah orang mengira sate jamu adalah makanan obat. Padahal, jamu yang dimaksud adalah olahan daging anjing.

Hal tersebut kemudian menuai protes hingga akhirnya Pemkot Solo pada 2007 mengeluarkan surat edaran agar para pedagang tidak menggunakan kata sate jamu yang dianggap menyesatkan. Pedagang diminta menggunakan kata guguk atau anjing dan memasang gambar kepala anjing pada spanduk di depan warung.

Baca juga: Tradisi Makan Daging Anjing di Soloraya Berumur Seratusan Tahun

Sampai saat ini para pedagang kuliner anjing masih mengikuti aturan tersebut. Mereka mengganti nama sate jamu dengan sate guguk sebagai nama warung kuliner daging anjing di Solo.

Kenapa Orang Solo Gemar Makan Daging Anjing?

Dosen sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko dalam artikelnya bertajuk Sate Anjing dan Budaya Omben-Omben di Solo yang diterbitkan di Beritagar.id, 25 Februari 2018, mengupas tentang sejarah sate anjing dan budaya mabuk di Solo.

Penjual daging anjing di Solo ditemukan sejak zaman dulu dengan cara dagang berkeliling sampai akhir 1980-an. Kala itu tidak sedikit penjual yang menjajakan grabyasan atau daging anjing goreng, sate, tongseng, hingga rica-rica.

Kendati banyak ditemukan di Kota Solo, Heri menyebut penjual kuliner daging anjing rata-rata berasal dari Kampung Lor dan Baki, Sukoharjo.

Nama yang paling melegenda di dunia sate anjing alias sate jamu hingga 1940 adalah Mitro Jologug. Sampai saat ini usaha kuliner ekstrem tersebut dilanjukan oleh anak cucunya.

Baca juga: Wadaw! Konsumsi Daging Anjing di Solo Tertinggi Se-Indonesia

Sekertaris Daerah (Sekda) Jateng, Sumarno, mengatakan budaya masyarakat Solo yang menganggap daging anjing sebagai obat atau jamu menjadi tantangan tersendiri untuk diatasi. Bukan hanya pendekatan ilmiah, warga yang masih meyakini hal tersebut perlu diedukasi terkait bahaya mengonsumsi daging anjing melalui pendekatan agama.

“Di Solo itu ya tadi, keyakinan komsumsi [daging anjing] adalah jamu. Katanya kalau komsumsi, badan jadi enak, semangat. Padahal kan, dari sisi ilmiah ada dampaknya (jika dikomsumsi), risiko terkena cacing, rabies dan lainya. Itulah kenapa dalam agama menyampaikan ada larangan memakan daging anjing, deri sisi ini (agama) juga bisa dibuat pendekatan selain melalui ilmiah,” kata Sumarno, seusai sambutan pada acara Dog Meat Free Indonesia (DMFI) Appreciation Ceremony and Seminar International Jateng di Hotel PO, Semarang, Senin (13/6/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya