SOLOPOS.COM - (istimewa)

Solopos.com, SUKOHARJO - PMII Rayon Persiapan Ali Ahmad Baktsir-Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta menggelar sebuah dialog bersama KH. Munsif Nakhrawi, Sabtu (16/11/2019) malam WIB. Mereka belajar sejarah tentang berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta meneladani Mahbub Djunaidi sebagai salah satu pendiri organisasi tersebut.

“Di masa itu IPNU pecah menjadi dua, sebagian menghendaki terbentuknya perkumpulan mahasiswa sebagian lagi merasa belum perlu untuk mendirikan perkumpulan itu. Keinginan tersebut kurang direspon cepat oleh IPNU hingga para mahasiswa merasa kekurangan peran IPNU. Padahal kenyataannya, dengan berdirinya perguruan-perguruan tinggi mahasiswa tidak memiliki jalur aspirasi," tutur KH. Munsif Nakhrawi dalam acara tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

"Kemudian di IPNU didirikan departemen Perguruan Tinggi. Namun permasalahan makin pelik, mahasiswa secara keras mulai mendirikan perkumpulannya sendiri di tiap perguruan tinggi dengan nama yang berbeda karena tidak ada yang mengkoordinir,” paparnya.

KH. Munsif Nakhrawi berbicara banyak pengalaman tentang PMII dan tokoh berpengaruh dalam organisasi mahasiswa tersebut yakni Mahbub Djunaidi. Dia merupakan salah satu dari 13 orang pendiri PMII. Menurutnya, Mahbub Djunaidi menjadi ketua umum pertama PMII yang dikukuhkan pada tanggal 17 April 1960.

“Mungkin karena waktu yang kurang tepat, yang hadir hanya 13 orang namun sudah mewakili karena berasal dari berbagai daerah di Nusantara. Dalam rapat tersebut perwakilan mahasiswa dari DKI mengusulkan Mahbub Djunaidi dan disetujui oleh 10 orang lain yang hadir, mereka setuju sebab sudah tau dan mendengar siapa Mahbub Djunaidi dengan intelektual dan kehebatanya yang tidak diragukan lagi,” ungkapnya.

Selain membincangkan sosok Mahbub Djunaidi melalui sudut pandang KH.Munsif Nakhrawi, acara tersebut juga mengundang putra kandung Mahbub Djunaidi, Isfandiari Mahbub Djunaidi. Dia memaparkan kisah hidup sang ayah.

“Selama beliau kerja di Kompas, setengah dari gajinya dibelikan buku-buku, sebagian lain digunakan untuk membeli binatang-binatang aneh kesukaan bapak di pasar burung, baru sisanya diserahkan ke ibu untuk urusan dapur,” tutur Bung Isfan dengan sedikit berkelakar.

Dalam rilis yang diterima Solopos.com, Kamis (21/11/2019), panitia penyelenggara, Khoirun Nisa, mengatakan acara dialog itu merupakan puncak dari rangkaian kegiatan bertema “Membumikan Pemikiran Mahbub Djunaidi”. Adapun serangkaian acara yang dimaksud berupa sekolah jurnalistik, bincang buku karya Mahbub Djunaidi, muqoddaman Al-Qur’an dan kelas pemikiran Mahbub Djunaidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya