SOLOPOS.COM - Salah satu petani mengamati drip irrigation system atau sistem irigasi tetes saat Expo HaTi (Hasil Tinggi) di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Selasa (15/11/2022).(Istimewa)

Solopos.com, GROBOGAN — Daerah kering kini bukan lagi halangan untuk membudidayakan tanaman jagung setiap saat. Berkat teknologi pertanian menanam jagung menjadi lebih mudah dan dapat meningkatkan hasil produksi.

Guna mengenalkan teknologi-teknologi pertanian tersebut, Syngenta Indonesia menggelar Expo HaTi (Hasil Tinggi) di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Selasa (15/11/2022).

Promosi Bertabur Bintang, KapanLagi Buka Bareng BRI Festival 2024 Diserbu Pengunjung

Acara yang berlangsung sangat menarik itu dihadiri sekitar 500 peserta yang datang secara berkelompok. Pada Expo HaTi ini, para petani mendapatkan informasi lengkap tentang drip irrigation system atau sistem irigasi tetes di stan PT Asabi yang merupakan mitra kolaborasi Syngenta Indonesia.

Menurut Sales Manager PT Asabi, Irfan Azhari, pada intinya sistem irigasi tersebut dibuat agar dapat mengairi lahan jagung secara optimal.

“Setidaknya ada tiga keunggulan yang bisa didapatkan dengan menggunakan sistem pengairan tetes tersebut yaitu lebih efisien dalam penggunaan air, tenaga kerja dan pemupukan,” ujar Irfan.

Baca Juga: Manfaatkan Lahan Tak Produktif, Agroforestry Jagung Tingkatkan Ekonomi Warga

Cara kerja pengairan dengan irigasi tetes yaitu air diberikan sedikit demi sedikit namun secara terus menerus. Sedangkan saat musim hujan, aliran air dari pipa bisa ditutup.

Penggunaan air untuk tanaman jagung bisa dihitung dengan melihat panjang selang tetes yang digunakan. Dia menjelaskan, setiap selang tetes memiliki jarak lubang sekitar 30 cm.

Jika selang air yang digunakan sepanjang 900 meter, maka akan diketahui jumlah titik atau lubang tetesnya. Sementara debit air yang keluar dari setiap lubang tetes ada di kisaran satu liter air per jam.

“Jadi kalau ada 1.000 lubang tetes, maka butuh 1.000 liter air per jam. Kalau menggunakan tempat penampungan air dengan kapasitas 1.000 liter, itu bisa digunakan untuk 1.000 titik dalam satu jamnya,” jelas dia.

Selain pengairan, pemupukan juga bisa dilakukan secara integrasi melalui sistem tersebut. Pupuk yang akan digunakan tinggal dilarutkan pada tempat penampungan air irigasi. Pupuk yang telah terlarut bisa langsung disalurkan ke tanaman melalui selang-selang irigasi tersebut.

“Sistem irigasi tetes yang diterapkan pada lahan percontohan di Gunungtumpeng ini menggunakan konsep yang paling sederhana dari sisi instalasi yang diterapkan untuk lahan seluas sekitar 1.000 meter persegi,” jelas dia.

Baca Juga: Memanfaatkan Surplus Listrik untuk Kedaulatan Pangan

Menghemat Biaya

 Salah satu petani mendengarkan penjelasan anggota tim dari Syngenta Indonesia (kiri) saat Expo HaTi (Hasil Tinggi) di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Selasa (15/11/2022).(Istimewa)

Salah satu petani mendengarkan penjelasan anggota tim dari Syngenta Indonesia (kiri) saat Expo HaTi (Hasil Tinggi) di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, Selasa (15/11/2022).(Istimewa)

Meski bukan teknologi baru, namun penerapan teknologi tersebut di sektor tanaman pangan [jagung] belum banyak diperkenalkan. Untuk itu pihaknya sangat mengapresiasi PT Syngenta Indonesia karena telah memperkenalkan sistem irigasi tetes tersebut kepada petani jagung secara langsung.

“Selama ini belum ada perusahaan yang melakukannya. Memperkenalkan benih unggul yang dimiliki dan dikombinasikan dengan teknologi pertanian berupa sistem irigasi. Terus terang ini menarik, Syngenta menggandeng Asabi untuk melakukan edukasi terkait sistem irigasi ini,” lanjut dia.

Tak hanya itu, para petani juga diajak mengunjungi stan PT Saprotan Utama yang memperkenalkan teknologi drone. Teknologi drone ini bisa dimanfaatkan untuk menyemprotkan pupuk maupun produk perlindungan tanaman (prolintan) untuk mengendalikan hama.

Di stan tersebut para petani diperlihatkan sebuah drone berukuran cukup besar yang terbang di area pertanian. Drone tersebut dapat menyemprotkan cairan dari atas lahan pertanian yang dikendalikan dengan menggunakan remote control.

Selain teknologi modern, para petani juga diperkenalkan dengan cara pengendalian hama tikus secara alami yaitudengan memanfaatkan burung hantu. Expo HaTi juga diwarnai dengan panggung hiburan serta pembagian hadiah undian.Para pengunjung tampak menikmati kegiatan expo dan mengikuti kegiatan tersebut hingga akhir acara.

Baca Juga: Menuju Swasembada Jagung, Syngenta Andalkan Sederet Program Komprehensif

Salah satu petani di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, menunjukkan hasil panen jagung, Selasa (15/11/2022).(Istimewa)
Salah satu petani di Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, menunjukkan hasil panen jagung, Selasa (15/11/2022).(Istimewa)

Regional Sales Manager PT Syngenta Indonesia Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, Teguh Arif Wicaksono, mengatakan pada kegiatan Expo HaTi ini, Syngenta Indonesia bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan seperti PT Asabi, PT Saprotan Utama, dan Kontak Tani Nelayan Andalan [KTNA] Sragen.

Tujuannya adalah untuk memberikan edukasi dan sosialisasi tentang teknologi-teknologi baru yang berguna untuk meningkatkan hasil panen petani jagung di Karangrayung. Disebutkan, produksi standar petani, untuk sekitar satu hektare lahan berkisar antara 7 ton-8 ton jagung.

“Kalau setahun hanya dua kali panen artinya hasil maksimal hanya 16 ton jagung. Namun jika bisa panen hingga tiga kali, maka hasilnya bisa sampai 24 ton jagung dalam setahun,” kata dia.

Teknologi drone juga dikenalkan agar dapat menghemat biaya tenaga kerja dan aplikasi produk perlindungan tanaman. Sedangkan konsep Rumah Burung Hantu (RuBuHa) diperkenalkan untuk menjawab masalah serangan hama tikus.

“Kami membuat dan memberikan contoh rumah burung hantu ini kepada petani di wilayah Gunungtumpeng, seperti yang telah dilakukan di Sragen dan beberapa wilayah lain,” kata dia saat ditemui di sela acara Expo HaTi di Karangrayung.



Baca Juga: Manfaatkan Tenaga Listrik untuk Budidaya Ikan, Warga Sleman Sukses Raup Cuan

Sutopo, salah satu petani dari Kawasan Hutan Sumo [KHS] yang berasal dari Dusun Seneng, Desa Gunungtumpeng, Kecamatan Karangrayung, Kabupaten Grobogan, mengatakan dirinya dan para petani lainnya mengaku terkesan dengan teknologi pertanian yang diperkenalkan dalam Expo HaTi ini.

Sutopo sudah bertani jagung sejak 2015 lalu. Selama ini di setiap musim tanam dia menanam sekitar 30 kg benih dengan perkiraan hasil panen untuk setiap 1 kg benih menghasilkan sekitar 500 kg pipilan jagung kering.

“Dengan adanya irigasi tetes ini tentu saya sangat tertarik. Petani yang dulunya panen setahun dua kali bisa tambah di Musim Tanam (MT) III dengan memanfaatkan air yang ada secara optimal,” kata dia.

Sama halnya dengan sistem irigasi tetes, teknologi pengendalian hama baik dengan drone maupun RuBuHa juga menarik perhatian petani.

“Setelah kami dikenalkan tadi, burung hantu tampaknya akan sangat membantu mengurangi tikus. Sebelumnya tidak ada [penggunaan RuBuHa]. Drone tadi juga tak kalah menarik. Mungkin ke depan bisa semakin dikembangkan teknologi-teknologi semacam itu sehingga hasil panen petani jagung dapat terus meningkat,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya