SOLOPOS.COM - Perbedaan antibodi Covid-19 alami dan dihasilkan dari vaksin. (Ilustrasi/Freepik)

Solopos.com, SOLO-Para penyintas bisa memiliki antibodi Covid-19 alami, seperti yang terjadi pada mereka yang telah mendapatkan suntikan vaksin.  Mereka yang telah mendapatkan suntikan vaksin disebut memiliki gejala ringan saat terinfeksi virus corona.

Bagi para penyintas, saat mereka terinfeksi virus corona, tubuh akan secara alami membentuk antibodi Covid-19. Demikian pula halnya bagi mereka yang telah mendapatkan suntikan vaksin.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sama-sama menghasilkan antibodi, lalu apa bedanya antibodi Covid-19 alami dan antibodi dari vaksin? Manakah yang lebih kuat?

Baca Juga: Berapa Lama Penderita Stroke Seperti Tukul Arwana Jalani Fisioterapi?

“Orang yang divaksinasi Covid banyak terbentuk antibodi di paru-paru. Sementara orang yang terinfeksi langsung antibodinya ada di paru-paru dan nasofaring (saluran napas),” jelas ahli patologi klinis dari Universitas Sebelas Maret Tonang Dwi Ardyanto seperti dikutip dari suara.com, Minggu (3/10/2021).

Namun demikian, jumlah antibodi alami setiap orang yang terinfeksi berbeda-beda, tergantung gejala yang dialami. Semakin gejalanya berat akan berpotensi antibodi banyak. Begitu pula sebaliknya, kata dokter Tonang.

Baca Juga: Hari Kopi Sedunia: Ini 8 Manfaat Minum Kopi untuk Kesehatan

Oleh sebab itu, ketentuan Kementerian Kesehatan juga menentukan jeda vaksinasi bagi penyintas Covid-19 bergejala berat lebih lama, yakni tiga bulan. Dibandingkan yang bergejala ringan hingga sedang hanya perlu satu bulan pasca dinyatakan sembuh.

Sementara itu, antibodi dari vaksin lebih banyak terbentuk di paru-paru karena berkaitan dengan cara pemberiannya. Hingga saat ini, seluruh vaksin Covid-19 yang beredar diberikan dengan disuntikkan ke otot.

Baca Juga: Beraktivitas di Luar Ruangan dan Terkena Sinar Matahari Naikkan Mood

Cara tersebut dinilai relatif mudah diuji klinis, dibuat, dan digunakan dalam situasi waktu yang mendesak seperti pandemi. “Dengan metode ini, terbentuk banyak IgG di paru-paru dan sedikit di saluran nafas atas. Dengan kondisi ini, risiko terinfeksi memang masih dapat terjadi. Hanya untungnya, karena ada IgG di paru-paru, maka diharapkan tidak timbul gejala, apalagi yang berat dan sampai terjadi kematian,” jelas dokter Tonang.

Dengan adanya antibodi dari vaksin, seseorang yang masih terinfeksi Covid-19 diharapkan tidak sampai mengalami kerusakan di paru-paru sebab di dalamnya sudah terdapat antibodi.

“Risiko terjadinya gejala berat walau sudah ada antibodi ini, hanya bila jumlah paparan virusnya sangat banyak sehingga jumlah antibodi kita kalah. Atau, bila menghadapi varian baru dengan mutasi sangat signifikan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya