SOLOPOS.COM - Ilustrasi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan. (Pictagram)

Solopos.com, JAKARTA — Kalangan anggota DPR mengecam tindakan pemerintah Presiden Jokowi soal kenaikan iuran BPJS Kesehatan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 64/2020. Mereka mendesak pemerintah mencabut Perpres tentang Perubahan Kedua atas Perpres No 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Aturan tersebut merupakan pengganti beleid sebelumnya karena Perpres No 75/2019 Pasal 34 dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Bukannya menurunkan iuran, pemerintah justru melakukan hal sebaliknya. Setelah aturan tersebut dibatalkan MA, muncullah Perpres No 64/2020.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tak Terima Dilawan di Pilkada Klaten, Sri Mulyani akan Pecat Harjanto

Hal ini karena putusan MA hanya membatalkan ketentuan Pasal 34 dalam Perpres 75/2019. Sedangkan Perpres 64/2020 mengatur banyak hal lainnya yang tidak diputuskan oleh MA.

Ekspedisi Mudik 2024

Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu pun menuai kritik. Anggota Komisi IX DPR Fraksi PKS Ansory Siregar menilai pemerintah tidak peka terhadap keadaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

Terbukti! Paru-Paru Perokok Lebih Mudah Terkena Covid-19 Parah

“Di sini pemerintah tidak memberikan contoh yang baik tentang penegakan hukum. Belum lama masyarakat mendengarkabar Pembatalan iuran kenaikan, muncul tiba-tiba kenikan lagi, ini pemerintah tidak merasakan penderitaan masyarakat di tengah pandemi,” kata Ansory, Rabu (13/5/2020).

Pemerintah juga tidak mengubah batas atas bagi perhitungan iuran pekerja penerima upah (PPU), yakni Rp12 juta. Namun, dalam Pasal 32 Perpres No 64/2020, pemerintah menentukan batas bawah perhitungan iuran itu sebesar upah minimum kabupaten/kota. Atau sebesar upah minimum provinsi jika pemerintah daerah tidak menetapkan upah minimum kabupaten/kota.

Tanpa Dasar Ilmiah, Pelonggaran PSBB Diduga Demi Menuruti Keinginan Jokowi

Berat

Kenaikan iuran cukup signifikan terjadi bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan, yakni peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk 2020, peserta mandiri Kelas III akan membayarkan iuran Rp25.500 dan pemerintah pusat mensubsidi iuran senilai Rp16.500.

Total iurannya menjadi Rp42.000, sama seperti peserta PBI. Namun, mulai awal 2021, iuran yang disubsidi pemerintah berkurang menjadi Rp7.000 sehingga iuran yang ditanggung peserta naik menjadi Rp35.000.

Epidemiolog: PSBB Longgar Banget, Apa yang Mau Dilonggarkan Pak Jokowi?

Meski pemerintah tetap memberikan subsidi untuk kelas III, keputusan tersebut masih memberatkan. “Selama ini keputusan DPR tetap tidak boleh naik [iuran BPJS Kesehatan], karena masih banyak masyarakat yang tidak bisa bayar premi,” katanya.

Dia mengatakan sebelumnya juga telah melakukan pembicaraan dengan pakar asuransi. Sebenarnya mudah bagi pemerintah untuk membayarkan premi bagi peserta mandiri BPJS Kesehatan ketimbang memutuskan kenaikan iuran.

UU Minerba Baru Untungkan 7 Perusahaan Batu Bara, Termasuk Adaro

“Kalau mau menaikkan ya paling tidak di 2021 atau 2022. Perlu ada pembahasan lagi, kalau saat ini, masyarakat akan sulit apalagi di tengah pandemi. Kalau sekarang kan tiba-tiba,” katanya.

Abaikan Putusan MA

Anggota Komisi IX DPR  Kurniasih Mufidayati menambahkan penerbitan Perpres 64/2020 sangat tidak sesuai karena pada saat ini. Kondisi masyarakat masih dalam situasi Bencana Nasional atau di tengah pandemi Covid-19.

Pertama! Pasien Positif Covid-19 Alumni Ijtima Gowa di Klaten Sembuh

“Penerbitan Perpres ini bukan merupakan pelaksanaan amar putusan MA, di mana apa yang diperintahkan oleh MA tetap belum dilaksanakan,” jelasnya.

Menurutnya penjadwalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan pemberian waktu tenggang bukan merupakan jawaban atau pelaksanaan putusan MA tersebut. Penjadwalan kenaikan itu merupakan skema kebijakan keuangan dan hanya berlandaskan sudut pandang ekonomi, bukan keadilan sosial.

Pasal-Pasal Mencurigakan di UU Minerba Baru, Untungkan Pengusaha Kelas Kakap

“Seharusnya Pemerintah membantu meringankan beban rakyat di saat pandemi yang memberatkan ekonomi rakyat, bukan menambah beban rakyat. Regulasi ini juga pasti akan menjadi beban bagi APBD,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya