SOLOPOS.COM - Ilustrasi elpiji 12 kg (JIBI/Solopos/Burhan Aris Nugraha)

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menilai prediksi Pertamina soal migrasi elpiji dari 12 kg ke 3 kg yang diperkirakan hanya 2% cenderung manipulatif.

“Perkiraan Pertamina yang menyebutkan migrasi [elpiji] hanya akan terjadi sekitar 2% itu prediksi yang manipulatif,” kata Suroto di Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Promosi BRI Cetak Laba Rp15,98 Triliun, ke Depan Lebih Fokus Hadapi Tantangan Domestik

Menurut Suroto, fakta penetapan kenaikan harga elpiji 12 kg oleh Pertamina sangat memberatkan usaha kecil menengah (UKM) sehingga memaksa mereka bermigrasi ke elpiji 3 kg karena pertimbangan ongkos produksi. Ia berpendapat hal itu terjadi karena kenaikan itu mengakibatkan ongkos produksi menjadi tidak rasional lagi karena harganya bisa dua kali lipat dari gas subsidi 3 kg.

“Kalau dihitung harga eceran, gas 12 kg bisa sampai Rp125.000 di tangan pembeli. Artinya jika dibandingkan dengan harga elpiji 3 kg bersubsidi yang harga ecerannya Rp17.000 atau Rp68.000 per 12 kg, berarti selisihnya bisa sampai Rp57.000 atau hampir dua kali lipat,” katanya.

Suroto memantau hingga kini para pedagang kecil sudah mulai banyak yang migrasi dan keputusan ini juga merepotkan mereka karena di beberapa tempat persediaan elpiji 3 kg mulai sulit didapat. Menurut dia kenaikan harga gas 12 kg hanya berdampak pada UKM yang bahkan tidak dapat menaikkan harga jual barang mereka karena pelanggannya juga masyarakat kecil yang daya belinya terbatas.

“Kebijakan ini adalah keliru besar karena mencoba untuk mengambil keuntungan dari selisih harga psikologis para pengusaha kecil yang tak mungkin akan mampu menaikkan harga jual mereka,” katanya.

Ia meminta pemerintah untuk tidak selalu menyelesaikan masalah dengan menaikkan harga karena sebetulnya persoalan pokoknya justru menumpas mafia migas. “Mereka itu yang harus dibersihkan, jangan rakyat kecil yang jadi sasaran untuk menanggung beban,” katanya.

Suroto menekankan pentingnya untuk menghentikan kebiasaan buruk menaikkan harga itu dan menyudahi orientasi ekonomi yang trickle up. Motivasi untuk mengejar target keuntungan bagi Pertamina yang dilandasi profit oriented kata dia juga harus dihentikan. “Keberadaan BUMN itu seharusnya memberikan daya dorong ekonomi kecil, bukan menghabisi mereka,” kata Suroto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya