SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembelian solar (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

Ilustrasi pembelian solar (JIBI/SOLOPOS/Burhan Aris Nugraha)

SOLO — Kendati Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) menyepakati rencana pemberlakuan dua harga untuk bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, tetapi di kalangan petugas operasional stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) justru menilai kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang tidak masuk akal dan akan sangat merepotkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Selama ini memisahkan pelanggan premium dengan pertamax saja sangat sulit, apalagi premium dibuat dua harga, untuk konsumen yang berbeda. Jauh lebih merepotkan,” ujar Humas Paguyuban Pengawas SPBU Soloraya, Danang Romie Wijaya, kepada Solopos.com, Rabu (17/4/2013).

Ekspedisi Mudik 2024

Seperti diketahui, mulai bulan Mei pemerintah akan memberlakukan dua harga baik untuk bensin maupun solar. Disparitas kedua harga itu mencapai Rp2.000. Ada yang Rp4.500 per liter khusus untuk sepeda motor dan angkutan umum dan ada yang Rp6.500 atau Rp7.000 per liter, yang diperuntukkan bagi mobil pribadi.

Memang, lanjut Danang, selama ini pihak pengawas belum mendapatkan sosialisasi langsung baik dari Pertamina, pemerintah maupun Hiswana Migas. Tetapi, dari informasi yang beredar melalui media massa, dia menilai kebijakan itu justru akan memunculkan praktik kecurangan baru.

“Bisa jadi angkutan umum atau bahkan sepeda motor ngangsu ke SPBU yang jual bensin Rp4.500 per liter. Nanti dijual ke mobil-mobil pribadi baik secara eceran atau langsung dengan harga sedikit lebih mahal dari Rp4.500 per liter.”

Dia berpendapat, menaikkan harga BBM bersubsidi jauh lebih masuk akal dan mudah diterapkan ketimbang kebijakan yang setengah-setengah. “Kalau naik harga, paling di demo sehari dua hari sudah selesai. Kalau seperti ini, potensi kericuhan di SPBU juga besar.”

Tidak hanya itu, Danang juga mempertanyakan kekuatan dari kebijakan tersebut. Artinya, jika ada pelanggaran di lapangan bagaimana sanksinya. “Siapa yang akan mengawasi?”

Senada disampaikan Pengawas SPBU Puri Gading, M Wahyu PJ. “Kami intinya nurut saja apa kebijakan pemerintah. Tapi kalau boleh memilih, kami pilih naikkan saja harga BBM subsidi, selesai.”

Kesulitan yang mungkin dihadapi SPBU Puri Gading, lanjut Wahyu, adalah keterbatasan infrastruktur. Kebetulan di SPBU Puri Gading hanya ada dua tangki pendam yang sudah difungsikan untuk solar nonsubsidi dan premium. “Kalau ada dua harga, maka harus tambah satu tangki lagi. Itu butuh waktu dan investasi, padahal rencananya kebijakan itu berlaku Mei mendatang.”

Di satu sisi Wahyu juga menyampaikan kebijakan itu akan banyak menemui kendala di lapangan. Sejauh ini, lanjut dia, kebijakan wajib pertamax bagi kendaraan-kendaraan tertentu belum 100% efektif. SPBU-SPBU yang nantinya akan menjual BBM dengan harga Rp6.500 atau Rp7.000 itu diperkirakan tidak akan laku.

Ketua Hiswana Migas Soloraya, Suwardi Hartono Putro, menyampaikan Hiswana Migas siap dengan kebijakan BBM dua harga, apapun risikonya. Tetapi, dia meminta ada pengawasan dari aparat, satu atau dua aparat untuk mengamankan SPBU ketika kebijakan itu diberlakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya