SOLOPOS.COM - Ilustrasi cukai rokok (JIBI/Solopos/Antara)

Kenaikan Cukai Rokok, PHK massal ancam para pekerja di industri rokok di Soloraya.

Solopos.com, SOLO–Rencana pemerintah menaikkan penerimaan cukai 23% pada tahun depan dinilai akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran di industri rokok.
Hal ini karena kenaikan tersebut menyebabkan harga rokok melambung semakin tinggi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (RTMM) Soloraya, N.Ahmad Yasir, mengatakan penolakan kenaikan penerimaan cukai telah dilakukan FSP RTMM pusat. Namun pihaknya juga ikut mengirimkan surat penolakan kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“Kenaikan cukai yang terlalu tinggi akan menurunkan daya saing perusahaan dan menggerus daya beli masyarakat. Kalau seperti itu, anggota kami yang dirugikan karena akan ada PHK besar-besaran,” ungkap Yasir kepada Solopos.com, Sabtu (17/10/2015).

Dia mengungkapkan saat ini perusahaan rokok sudah banyak dibebani berbagai macam kebijakan, seperti pajak kepada daerah. Padahal dia menilai dana bagi hasil cukai-cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang diberikan kepada daerah tersebut hingga kini belum dirasakan manfaatnya bagi pekerja maupun industri rokok.

Dia mengatakan hingga saat ini industri rokok skala kecil cenderung tidak menaikkan harga rokok karena untuk tetap mempertahankan konsumen. Namun industri rokok besar dan menengah saat ini penjualannnya sudah berkurang sekitar 10% jika dibandingkan biasanya dan beberapa diantaranya sudah melakukan PHK.

“Cukai hampir setiap tahun memang naik tapi diharapkan kenaikannya jangan terlalu tinggi. Idealnya itu cukai naik 5% untuk industri kecil dan 10% untuk industri besar,” kata dia.

Dia mengatakan perusahaan sudah cukup berat dengan adanya kenaikan upah setiap tahun dan menurunnya konsumen akibat bermacam kampanye anti merokok yang dilakukan pemerintah saat ini. Apabila ditambah kenaikan cukai yang sangat tinggi akan membuat perusahaan limbung dan mengurangi karyawan.

“Jumlah anggota kami dari lima PUK [pimpinan unit kerja] sebanyak 10.000 orang dan Jateng merupakan salah satu basis industri rokok terbesar di Indonesia. Jumlah tenaga kerja biasanya menurun dari tahun ke tahun meski tidak signifikan seiring dengan tidak berpihaknya berbagai kebijakan kepada industri rokok,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya