SOLOPOS.COM - Ribuan bungkus rokok ilegal hasil sitaan Kantor Bea dan Cukai Surakarta dimusnahkan di halaman kantor Setda Sukoharjo, Selasa (30/11/2021). (Solopos/Candra Mantovani)

Solopos.com, MALANG — Rencana penaikan tarif cukai rokok diperkirakan akan mendorong peningkatan rokok ilegal karena memunculkan selisih harga yang tinggi antara rokok legal dan ilegal.

Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (PPKE FE UB), Joko Budi Santoso, mengatakan kebijakan penaikan cukai juga turut mendorong kenaikan rokok ilegal karena adanya selisih harga yang tinggi. Margin harga antara rokok legal dengan rokok ilegal yang lebar semakin menyuburkan peredaran rokok ilegal.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kondisi ini merugikan pabrikan rokok legal dan penerimaan negara,” katanya, Kamis (23/12/2021) seperti dilansir Bisnis.

Baca Juga: Pos Indonesia Berjaya di Human Capital dan Performance Award 2021

Ekspedisi Mudik 2024

Fakta empiris di Malaysia, kata dia, menunjukkan bahwa kenaikan tarif berdampak pada kenaikan peredaran rokok ilegal lebih dari 60 persen. Hasil survei Indodata 2021 menunjukkan bahwa peredaran rokok ilegal mencapai sekitar 26 persen dan potential loss penerimaan negara lebih dari Rp53 triliun.

“Sekali lagi, hasil penelitian PPKE FEB UB menunjukkan bahwa kenaikan harga tetap sulit merubah perilaku perokok [berhenti merokok], justru mereka akan lari ke rokok ilegal dengan harga yang lebih terjangkau, hal ini akan menggerus penerimaan negara dan pabrikan rokok ilegal,” ucapnya.

Data historis menunjukkan, kebijakan cukai telah menurunkan pabrikan rokok dari 4.793 pabrikan pada 2007 tinggal 456 pabrikan pada 2018. Juga berdampak pada penurunan volume produksi rokok, data menunjukan bahwa pada 2020 IHT mengalami penurunan volume produksi rokok terbesar dalam delapan tahun terakhir, yakni hingga -11 persen.

Baca Juga: Omicron Menyebar Lebih Cepat dari Delta, WHO Minta Liburan Dibatalkan

Di tengah pandemi Covid-19, dia menilai, pemerintah seharusnya juga memberikan bobot lebih pada peran strategis industri hasil tembakau (IHT) pada perekonomian dan penerimaan negara.

Saat pandemi, IHT merupakan industri yang memiliki resiliansi (daya tahan) yang tinggi dan minim pengurangan karyawan. Disamping itu, IHT berperan menyerap tenaga kerja sekitar 6 juta tenaga kerja dari hulu ke hilir, mulai tenaga kerja dari produksi, rantai distribusi, sampai dengan petani tembakau dan cengkeh.

Fakta lain juga menunjukkan IHT merupakan salah satu industri yang asli (heritage) Indonesia yang masih bertahan dan dan memiliki kandungan local content yang tinggi selain industri jamu.

Kenaikan cukai 2022, menurutnya dikhawatirkan akan membuat pengusaha rokok ilegal menjadi lebih diuntungkan karena peluang pasar semakin terbuka lebar melalui margin harga yang semakin tinggi.

Menurut dia, pemerintah tidak mengharapkan ini terjadi, upaya menggempur rokok ilegal harus lebih digenjot. Selain penindakan dan pengawasan peredaran rokok ilegal, kebijakan pembangunan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) di daerah harusnya juga mampu mengeliminasi peredaran rokok ilegal.

Baca Juga: Terjerat Kasus Pajak, Ratu Internet China Huang Wei Didenda Rp3 Triliun

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jatim II, Oentarto Wibowo, mengatakan terkait perkiraan penerimaan cukai 2022, kata dia, penaikan tarif cukai rokok tidak bisa dielakkan dengan memperhatikan berbagai aspek dan menyerap aspirasi dari berbagai stakeholders.

Namun, kata dia, ancaman penerimaan cukai pada 2022 justru pada peredaran rokok ilegal. Naiknya harga rokok, berpeluang dimanfaatkan orang untuk memproduksi dan menjual rokok ilegal.

Karena itulah, dia menegaskan, Kanwil DJBC Jatim II terus akan menggencarkan operasi penindakan rokok ilegal, meneruskan tren penindakan pada 2021.

Selama 021 Kanwil DJBC Jatim II telah melaksanakan penindakan dengan Surat Bukti Penindakan (SBP) yang terbit sebanyak 941 SBP dan terdiri atas 742 SBP untuk penindakan terkait Barang Kena Cukai (BKC) serta 199 SBP untuk penindakan non-BKC. Penindakan tersebut berhasil mengamankan potensi kerugian negara sebesar Rp15,1 miliar dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp33,3 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya