SOLOPOS.COM - Ilustrasi inflasi (freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau atau CHT akan berpengaruh terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi 2023, karena harga produk hasil tembakau akan meningkat.

Hal tersebut disampaikan oleh Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (12/12/2022). Rapat itu membahas kebijakan tarif CHT tahun 2023, yang telah ditentukan presiden dan disampaikan kepada para anggota dewan.

Promosi Fokus Transformasi, Telkom Bagikan Dividen Rp17,68 Triliun atau Tumbuh 6,5%

Sri Mulyani menjelaskan bahwa Presiden Joko Widodo telah menentukan bahwa kenaikan tarif CHT rata-rata tertimbang untuk 2023 dan 2024 adalah 10 persen dan untuk golongan sigaret kretek tangan (SKT) maksimal 5 persen.

Kemudian penyesuaian batasan minimum harga jual eceran (HJE) akan memperhatikan perkembangan harga pasar dan rata-rata kenaikan cukai rokok. Dia pun menyatakan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai rokok akan berpengaruh terhadap inflasi hingga pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Gara-Gara Minyak, Bupati Kepulauan Meranti Mengancam Gabung Malaysia

Alasannya, kebijakan tarif cukai itu akan meningkatkan harga produk hasil tembakau, sedangkan rokok merupakan salah satu barang yang banyak dikonsumsi masyarakat.

“Dampak [kenaikan CHT] terhadap inflasi terbatas, yakni masing-masing sebesar +0,10 persen sampai dengan 0,20 persen dan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar -0,01 persen sampai dengan -0,02 persen,” ujar Sri Mulyani pada Senin (12/12/2022).

Sri Mulyani percaya diri bahwa kenaikan harga produk hasil tembakau akibat kebijakan tarif cukai akan berdampak terbatas terhadap inflasi. Dia bahkan meyakini bahwa laju inflasi sudah terkelola dengan baik.

Baca Juga: IHSG Diprediksi dalam Tren Bearish, Cek Saham-Saham Ini

Indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi sempat meningkat akibat lonjakan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food). Inflasi komponen pangan bergejolak itu relatif sudah menurun pada November 2022 sehingga laju inflasi secara umum turun ke 5,4 persen.

“Pada 2023, inflasi diperkirakan melandai mencapai 3,6 prsen, dipengaruhi oleh melambatnya harga komoditas global secara umum,” ujar Sri Mulyani.

Pemerintah memberlakukan kenaikan tarif yang berbeda untuk setiap golongan produk hasil tembakau. Golongan sigaret kretek mesin (SKM) I dan II rata-rata naik antara 11,5 persen—11,75 persen, sigaret putih mesin (SPM) I dan II naik sekitar 11 persen, serta sigaret kretek tangan (SKT) rata-rata 5 persen.

“Pada tahun-tahun sebelumnya, di mana kita menaikkan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok meningkat, sehingga affordability atau keterjangkauan terhadap rokok juga akan makin menurun. Dengan demikian diharapkan konsumsinya akan menurun,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers di Istana Bogor, Kamis (3/11/2022).

Baca Juga: Jelang Nataru, Harga Telur dan Daging Ayam di Pasar Boyolali Cenderung Naik

Rokok Ilegal

Di sisi lain, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui peredaran rokok ilegal berpotensi kian marak seiring naiknya tarif cukai tembakau.

Menurut Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai Nirwala Dwi Haryanto, kenaikan tarif cukai rokok akan berkolerasi positif terhadap peredaran rokok ilegal di Tanah Air.

Hal tersebut, jelasnya, tidak lepas dari dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan daya beli masyarakat melemah sehingga kenaikan cukai membuat disparitas harga antara rokok legal dan ilegal semakin jauh.

“Saat ini, disparitas antara rokok ilegal legal itu mencapai 68 persen. Kalau tadinya sebelum PPN naik itu sekitar 62 persen tetapi begitu PPN naik dari 9,1 persen menjadi 9,9 persen itu menjadi 68 persen ,” kata Nirwala dalam keterangan resmi, Selasa (8/11/2022).

Nirwala mengatakan rokok ilegal yang beredar di Indonesia berasal dari dalam negeri maupun impor yang tidak mengikuti aturan hukum Indonesia.

Baca Juga: Inflasi Berpotensi Melambat pada Januari 2023, namun Kenaikan Diwaspadai

Adapun, ciri-ciri rokok ilegal antara lain, tidak dilekati dengan pita cukai (rokok polos), dilekati dengan pita cukai yang tidak sesuai peruntukannya, dilekati dengan pita cukai palsu, dilekati dengan pita cukai bekas.

Terkait dengan hal itu, pemerintah sudah mengatur sanksi administratif dan pidana yang diatur dalam UU No. 39/2007 perubahan atas UU No. 11/1995 tentang Cukai.

Sementara itu, sanksi pidana bagi pelaku peredaran rokok ilegal adalah pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak qp kali lipat dari nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Berdasarkan catatan Bea Cukai, Operasi Gempur Rokok Ilegal pada periode 2018 – 2022 terus mengalami peningkatan jumlah penindakan, sedangkan jumlah barang hasil penindakan (BPH) cenderung menurun setiap tahunnya.



“Tahun 2020, jumlah penindakan berjumlah 9.018 dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp662 miliar. Di tahun 2021 jumlah penindakan naik menjadi 13.125 dengan kerugian negara mencapai Rp293 miliar. Sedangkan di tahun 2022 hingga saat ini total penindakan meningkat menjadi 18.659 dengan total kerugian negara mencapai Rp407 miliar,” kata Nirwala.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya