SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja menempa campuran timah dan tembaga yang akan dibuat menjadi gong di salah satu sentra kerajinan gamelan di Dukuh Wirun, Desa Wirun. (Triyono)

Sejumlah pekerja menempa campuran timah dan tembaga yang akan dibuat menjadi gong di salah satu sentra kerajinan gamelan di Dukuh Wirun, Desa Wirun. (Triyono)

Sukoharjo (Solopos.com)--Harga bahan baku timah dan tembaga yang terus melambung memukul sentra industri kecil gamelan di Desa Wirun Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo. Persoalan tersebut bahkan membuat sebagian pengusaha gamelan mengalami kebangkrutan dan terpaksa gulung tikar.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pengusaha kerajinan gamelan di Dukuh/Desa Wirun, Sutarno, menyebutkan jumlah produsen gamelan di desanya berkurang hingga hampir 50%-an karena kendala bahan baku dan pemasaran. Dia mengatakan pengrajin yang masih bertahan saat ini hanya memperoleh keuntungan relatif kecil dari usaha mereka.

Ekspedisi Mudik 2024

“Di Dukuh Wirun saja dulu ada empat pengrajin. Tapi karena persoalan bahan baku dan pemasaran, saat sekarang tinggal dua yang eksis. Satu sudah lama berhenti dan satu yang lain angin-anginan,” ungkapnya saat ditemui Espos di sela-sela kesibukannya di Dukuh/Desa Wirun, Mojolaban, Kamis (28/7/2011).

Sutarno menyatakan, selain di Dukuh Wirun usaha kerajinan gamelan juga ditemui di Dukuh Gendengan dan Dukuh Mertan. Namun menurut dia nasib pengrajin di dua dukuh terakhir tak jauh berbeda. Di Dukuh Gendengan, dari empat pengusaha, salah satu pengrajin juga mulai terpukul. Sedangkan di Mertan, dari semula berkembang dua sentra kerajinan, saat ini hanya salah satu di antaranya yang bertahan.

Dikemukakan pula, untuk pembuatan gamelan membutuhkan modal cukup besar. Pengrajin setidaknya harus menyiapkan biaya produksi hingga senilai Rp 200 juta agar bisa membuat seperangkat gamelan. Sebagai usaha yang berkembang turun-temurun, kerajinan gamelan juga menyerap banyak tenaga kerja.

“Setengah tahun belakangan harga bahan baku seperti meroket. Timah yang semula Rp 160.000 per Kg jadi Rp 270.000 per Kg. Sedangkan tembaga naik Rp 40.000 per Kg menjadi Rp 74.000 per Kg,” paparnya.

Pengrajin gamelan lain, M Sahli, menyatakan hal serupa. Menurutnya harga bahan baku yang naik tajam membuat sentra industri kecil gamelan Wirun kelabakan. Padahal jika dilihat dari sisi potensi, kerajinan alat musik tradisional tersebut amat prospektif dengan jangkauan pemasaran domestik dan internasional.

“Kondisinya berbeda jauh dibanding pada dekade 1990-an saat sentra kerajinan gamelan di Wirun mulai berkembang. Sekarang harga bahan baku jauh lebih mahal. Timah dulu hanya berkisar Rp 20.000 per Kg, sekarang mendekati Rp 300.000. Tembaga juga, naiknya dari Rp 5.000 jadi Rp 75.000 per Kg,” jelasnya.

Meski sistem produksi masih dilakukan secara tradisional, selama ini potensi Desa Wirun sebagai sentra kerajinan gamelan sangat dikenal. Selain di jual ke bali sebagai pangsa pasar utama, produk pengrajin lokal juga dijual di pasar domestik lain dan pasar internasional. Beberapa negara yang meminati produk gamelan Wirun yaitu AS, Inggris, Jerman, Belanda, Denmark, Australia, serta Jepang di Asia.

(try)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya