SOLOPOS.COM - Dilla Rosiyanti, 8, gadis kecil yang duduk di kelas II SDN 1 Srawung RT 003/RW 002, Gesi, Sragen, Kamis (6/10/2016). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kemiskinan Sragen yang dialami dua bocah kakak beradik asal Gesi akhirnya membuat Pemkab Sragen turun tangan.

Solopos.com, SRAGEN — Unit Pelayanan Terpadu dan Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) Sragen berkomitmen membebaskan biaya pendidikan bagi Betty Nur Rena, 16, siswi kelas X SMKN 2 Sragen dan Dilla Rosiyanti, 8, siswi kelas II SDN 1 Srawung.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Mereka adalah dua anak miskin yang hidup dengan topangan makan tetangga di Dukuh/Desa Srawung RT 003/RW 002, Gesi, Sragen selama 1,5 bulan terakhir. (Baca: Kemiskinan Sragen, Malaikat Tanpa Sayap Bagi dua Bocah Gesi)

Suroso, ayah mereka, meninggal tiga tahun lalu. Titik, ibu mereka, terpaksa merantau ke Manado untuk mencari nafkah untuk biaya hidup dan sekolah mereka. Untuk kebutuhan hidup, mereka dititipkan di rumah tetangganya, Sunardi, 55.

Manajemen SMKN 2 Sragen pun berusaha ikut membebaskan biaya pendidikan Betty lewat bantuan siswa miskin (BSM). Data Betty dimasukkan dalam data pokok pendidikan menengah (dapodikmen) di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Kepala UPTPK Sragen, Suyadi, tergerak untuk mencari rumah Betty dan Dilla setelah membaca kisahnya di Solopos, Jumat (7/10/2016). Namun waktu yang menunjuk hampir pukul 12.00 WIB tak memungkinkan bagi Suyadi meluncur ke Srawung.

Suyadi menghubungi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Gesi untuk mengecek data kepala keluarga Betty dan Dilla.

Suyadi sempat melacak nomor KK Suroso (alm), ayah Betty dan Dilla, yang meninggal dunia tiga tahun lalu di sistem data base kemiskinan UPTPK. Namun Suyadi kesulitan menemukan nama Suroso dalam data base UPTPK.

“Kami kesulitan melacak namanya. Mungkin kepala keluarganya berbeda. Saya harus klarifikasi kepada kepala desa terkait nama KK yang digunakan. Setelah itu, kami harus menyelamatkan masa depan dua anak yang masih sekolah itu. Saya kasihan nasib generasi penerus banga itu. Biaya pendidikan mereka harus dibebaskan. Mereka tidak perlu dibebani dengan biaya pendidikan lagi. Itu langkah kongkret yang kami tempuh,” ujar Suyadi saat dihubungi Solopos.com, Jumat siang.

Suyadi menyatakan pihak sekolah mau melangkah untuk mencari bantuan pun harus mendapat rekomendasi dari UPTPK. Langkah jangka pendeknya, kata dia, harus menelusuri KK keluarga kedua anak itu dulu.

Dia menduga ketika Suroso meninggal dunia tiga tahun lalu, keluarga anak itu belum dimasukkan ke daftar keluarga miskin. Wakil Kepala Bidang Humas SMKN 2 Sragen, Joko Daryanto, mendapati data base di komputer sekolah atas nama Betty Nur Rena, siswi kelas X SMKN 2 Sragen asal Srawung, Gesi.

Joko menjelaskan Betty masuk ke SMKN 2 Sragen tidak melalui jalur siswa miskin dengan ketentuan 20% itu karena nilainya kurang memenuhi syarat. Betty masuk sekolah, kata dia, lewat jalur reguler.

“Tetapi sekarang sekolah sudah memproses usulan Betty untuk mendapatkan BSM. Data Betty sudah kami masukkan lewat aplikasi dapokdimen yang dibuat pemerintah pusat. Mudah-mudahan upaya kami bisa berhasil untuk meringankan beban keluarga Betty,” katanya.

Dikunjungi Bupati

Joko mengatakan secara akademik Betty tidak ketinggalan dengan teman-temannya. Dia mengatakan biasanya kalau siang di rumah dengan adiknya, Dilla. Kemudian sore hingga malam, sambung dia, dijemput tantenya yang tinggal di Gesi. Selama di sekolah Betty aktif ikut kegiatan pramuka.

Kisah Betty dan Dilla mendapat perhatian publik di Soloraya. Seorang polisi di Wonogiri pun tergugah hatinya untuk membantu meringankan beban Betty dan Dilla. Seorang ibu di Pasar Legi juga ingin berbagi dengan Betty dan Dilla karena merasa iba dengan derita yang dilakoni mereka.

Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati berniat menjenguk kondisi rumah yang dihuni Betty dan Dilla sekaligus ingin mengetahui keadaan mereka pada Senin (10/10) besok.

Ketua DPRD Sragen, Bambang Samekto, mengatakan kedua anak itu butuh kasih sayang dari orang tuanya. Pemkab Sragen berkewajiban untuk membantu kedua anak itu, salah satunya dengan memulangkan ibu mereka dan memberi modal usaha bagi mereka.

“Kalau dengan dana pemerintah mungkin sulit pertangungjawabannya. Saya mengajak pimpinan daerah untuk patungan dana agar ibu kedua anak itu bisa pulang dan bekerja di Sragen. Kalau tidak ada pekerjaan, ibu itu bisa bekerja di DPRD sebagai tenaga harian lepas,” katanya.

Selain itu, Totok, sapaan akrabnya, juga menawarkan solusi untuk perbaikan rumah Betty dan Dilla untuk dibedah dengan dana rumah tidak layak huni (RTLH) pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya