SOLOPOS.COM - Tim gabungan dari Laboaratorium Hama dan Penyakit Tanaman se-Soloraya dan BBPPOPT berdiskusi tentang hasil temuan penyelidikan atas kondisi lahan yang berdampak pada turunnya produksi padi di wilayah Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Kamis (22/9/2022). (Istimewa/Dwi Susilarto)

Solopos.com, SRAGEN — Tim Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman se-Soloraya bersama Tim Balai Besar Peramalan Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (BBPPOPT) Kementerian Pertanian terjun langsung ke Sambungmacan dan Gondang, Sragen, Kamis (22/9/2022). Mereka datang untuk menyelidiki keluhan petani terkait anjloknya produktivitas tanaman padi di sana.

Kepala Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman se-Soloraya, Dwi Susilarto, bersama tim dari BBPPOPT, penyuluh pertanian lapangan (PPL), serta petugas POPT mengamati langsung kondisi tanaman di dua kecamatan tersebut. Mereka mengambil sampel tanah dan tanaman padi milik Kelompok Tani Maju Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan. Hal yang sama juga mereka lakukan di sawah Desa Tunggul, Kecamatan Gondang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dwi menerangkan timnya menemukan dari tanaman padi seluas 14 hektare milik Kelompok Tani Maju, 0,66 hektare di antaranya rusak. Sementara luas tanaman padi secara keseluruhan di Desa Bedoro mencapai 259 hektare dengan usia 70-80 hari.

“Kami tidak menemukan tentang adanya virus kerdil rumput di Sambungmacan, karena tidak menemukan vektornya berupa wereng batang cokelat. Hasil cek fisik tanah ternyata PH-nya rendah. Perbandingannya PH 4,5 dan 4,6 serta ada PH 6,2 di lokasi yang berdekatan. Nilai PH itu paling bagus 7. PH di atas 6 itu sudah bagus,” jelas Dwi kepada Solopos.com.

Ekspedisi Mudik 2024

Baca Juga: Produktivitas Padi Anjlok Hingga 54%, Petani Gondang Sragen Bingung Kenapa

Dari situ tim menyimpulkan anjloknya produktivitas padi di Desa Bedoro karena PH tanah yang rendah. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang kurang sempurna. Dwi mengatakan kemungkinan petani membajak tanah hanya sampai kedalaman 10 cm. Kondisi itu dilakukan secara berulang-ulang sehingga terjadi pelapisan kedap air.

Proses pembusukan jerami yang tertimbun tanah, jelas dia, belum berlangsung sempurna sehingga terjadi fermentasi jerami yang berdampak pada meningkatnya keasaman tanah.

“Lebih-lebih petani malah memupuk tanah itu dengan urea maka tingkat keasaman tanah semakin tinggi,” lanjutnya.

Penggunaan herbisida untuk gulma juga, kata Dwi, berdampak pada tanaman pokok meskipun dilakukan secara selektif. Dampaknya tanaman padi tidak berkembang secara leluasa. “Turunnya produksi padi sampai 53% itu saya kira di bagian 0,66 hektare itu,” jelas dia.

Tak Bisa Digeneralisasi

Dwi menilai turunnya produktivitas padi sifatnya kasuistis, tidak bisa digeneralisasi menjadi satu kecamatan atau satu kabupaten. Pengamatan yang sama juga dilakukan di Desa Tunggul, Gondang. Di sana tim juga berdialog dengan petani. Dari hasil pemeriksaan, kasus yang terjadi di Desa Tunggul sama seperti di Desa Bedoro.

“Di sana juga ada penggunaan benih yang mestinya untuk konsumsi tetapi ditanam lagi sebagai bibit sehingga terjadi ketidakserempakan pertumbuhan tanaman padi. Dalam kajian empiris disebut sebagai hukum Mendel. Ketika perkawinan silang dilakukan sampai delapan kali maka akan kembali seperti semula,” ujarnya.

Baca Juga: Diduga Kandungan PH Rendah, 3 Hektare Padi di Bedoro Terancam Gagal Panen

Dia menemukan kasus di Tunggul juga ada pengolahan tanah yang tidak sempurna dan penggunaan pupuk dengan kandungan Nitrogen (N) terlalu tinggi. Akibatnya PH tanah rendah. Tim menemukan tanah yang PH-nya tinggi adalah yang diolah menggunakan pupuk organi.

“Luas tanaman padi di Tunggul 38 hektare, yang terkena dampak PH rendah sekitar 10%. Nilai PH-nya 4,5 dan 5. Tanah yang baik PH-nya 6,2 dan 6,7. Kami juga tidak menemukan wereng batang cokelat sebagai vektor virus kerdil rumput,” jelasnya.

Dia menerangkan ketika pucuk daun kekuning-kuningan kemungkinan penyebabnya adalah penyakit xanthomonas oryzae atau kresek. Untuk mengatasinya, Dwi akan mengalokasi bantuan produk seperti dolomit sampai 4 kg per hektare. Sasaran awal hanya untuk 250 hektare. Mulai 2023 akan ditingkatkan menjadi 800 hektare karena Sragen merupakan daerah penyanga padi di Jateng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya