SOLOPOS.COM - Ilustrasi botol air minum kemasan (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian menegaskan pelaku industri air minum dalam kemasan (AMDK) wajib menggunakan bahan daur ulang minimal 1 persen, khususnya untuk botol PET.

Koordinator Fungsi Standardisasi dan Kelembagaan Industri Hijau Kemenperin, Radison Silalahi, mengatakan tren sirkular ekonomi mendorong pihaknya menyesuaikan standar industri hijau yang telah ada sebelumnya, salah satunya pada sektor minuman.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Air mineral sudah disyaratkan untuk menggunakan bahan baku daur ulang, khusus untuk AMDK botol, minimum 1 persen. Tentu ini salah satu alat untuk mendukung sirkular ekonomi,” kata Radison dalam webinar, Selasa (21/12/2021) seperti dilansir Bisnis.

Baca Juga: Pegawai Minta Dirut Pertamina Diganti, Komut Ahok Bilang Begini

Menurutnya, ketentuan tersebut telah melalui diskusi dan persetujuan pelaku industri. Adapun, standar industri hijau untuk air mineral tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 47/2020. Radison melanjutkan, ke depan pihaknya akan terus menyesuaikan standar industri hijau lainnya dengan konsep sirkular ekonomi.

Hingga saat ini, Kemenperin telah menyusun 28 standar industri hijau dan memberikan sertifikasi kepada 44 perusahaan yang mendaftar secara sukarela.

Radison pun mengakui bahwa penerapan industri hijau untuk menekan dampak perubahan iklim terganjal kemampuan industri yang tidak seragam.

Banyak di antara perusahaan industri yang belum mampu melakukan efisiensi produksi, karena terkait penggantian mesin dan investasi teknologi.

Baca Juga: Pegawai Ancam Mogok, Ini Respons Manajemen Pertamina

Hal itu terutama banyak terjadi pada industri kecil dan menengah (IKM). “Disamping itu, dari sisi teknologi masih banyak industri kita yang menggunakan teknologi yang sudah tua. Padahal, untuk menuntut efisiensi perlu teknologi terkini,” ujarnya.

Untuk mendorong investasi ke arah proses produksi yang lebih berkelanjutan, pemerintah sebenarnya telah merencanakan pengenaan insentif fiskal.

Hanya, perumusannya masih juga belum final dari wacana sejak satu dekade lalu. Radison mengatakan, perumusan insentif fiskal bagi industri hijau saat ini masih dalam tahap cost and benefit analysis, dan diakuinya tidak mudah karena melibatkan banyak kementerian dan lembaga.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa penyusunan insentif bagi industri yang menerapkan prinsip keberlanjutan akan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 98/2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Dalam beleid tersebut, Kementerian Perindustrian bertugas untuk menetapkan standar industri yang berkelanjutan, untuk kemudian dijadikan dasar pengenaan insentif.

“Insentif bisa diberikan secara bertahap, tergantung kemampuan fiskal [pemerintah], tapi kami akan berhitung industri-industri yang masih sampai saat ini menghasilkan karbon emisi yang tinggi,” ujar Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya