SOLOPOS.COM - Pemain situasi komedi (Sitkom) Balada Kampung Riwil dari Bakar Production saat melakukan pengambilan gambar, Rabu (11/11/2020) malam. (Istimewa-Bakar Production)

Solopos.com, SOLO — Sutradara Kethoprak Ngampung, Dwi Mustanto, ingat betul pengalaman pahitnya di awal pandemi Covid-19. Keputusan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo melakukan semi lockdown selama dua pekan pada Sabtu (14/3/2020) bagai petir di siang bolong.

Dwi harus menghentikan pentas rutin Kethoprak Ngampung, disusul beberapa jadwal manggung lain yang ikut dibatalkan. Tak ada pendapatan hingga beberapa pekan membuatnya khawatir. Awal April dia bersama beberapa pemain Kethoprak Ngampung lakoni kerja serabutan yakni mengecat Patung Kuda Manahan. Ada dua patung yang mereka selesaikan dengan upah lumayan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Awalnya agak lega ya katanya proyek ini nanti ngecat patung-patung lain se-Solo. Jadi seneng aja minimal ada kerjaan ngecat patung sampai beberapa minggu ke depan. Ternyata hanya kebagian dua patung saja. Yasudah lah ya,” kenangnya saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (11/11/2020).

Menjadi pengangguran membuatnya hampir putus asa hingga berencana balik ke kampung halamannya di Pati. Sampai akhirnya Dwimus coba menggarap ide lamanya untuk membuat serial situasi komedi (Sitkom) Bahasa Jawa dengan seting kompleks rumahnya yakni Kampung Seniman Ngipang, Kadipiro, Banjarsari.

Dwimus menggandeng Bayu Wakito yang juga warga Kampung Seniman Ngipang. Dwimus bertindak sebagai sutradara dan penulis naskah, sementara Bayu Waskito menjadi admin Youtube.

Sementara pemainnya adalah seniman tradisional Ngipang yang juga terdampak pandemi. Sebut saja seniman muda Wayang Orang Sriwedari, pegiat seni Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, dan Kethoprak Ngampung Balekambang.

Konsepnya adalah menyajikan hiburan yang sarat dengan pitutur Jawa. Sekaligus agar jadi wadah seniman berkarya di luar panggung utama. Mereka kemudian memilih judul Balada Kampung Riwil (Bakar) dengan kanal YouTube Bakar Production.

Meski harus merogoh kocek pribadi untuk sewa alat produksi, dan konsumsi pemain, Dwimus, serius menggarap project ini. Videonya harus berkualitas bagus, disusul promosi yang gencar.

Berasal Dari Amerika Selatan, Ini Awal Mula Buah Carica Berada Di Dieng

Usaha mereka terbayar. Mulai aktif April, Bakar production banjir apresiasi. Sampai hari ini jumlah subscriber-nya mencapai 100.000 lebih. Dengan sebaran penonton dari dalam dan luar negeri. Hal itu membuat Dwimus cs semakin optimistis. Bakar Production bahkan membuat kanal baru bernama Bakar Music untuk mewadahi pemainnya yang hobi menulis lagu dan menyanyi.

Pandemi membuatnya sadar betul tentang pentingnya membangun kreativitas. Buktinya penonton menyukai sajian karyanya.

Balada Kampung Riwil sekarang ini sudah sampai di episode 35. Pengambilan gambar dilakukan bergilir dengan menerapkan protokol kesehatan. Mengingat senimannya sudah mulai pentas di panggung utama meski tidak seaktif dulu.

“Ya jumlah segitu [subscriber] sudah lumayan untuk menutup biaya produksi dan ngasih dikit-dikit ke pemain. Sudah agak bisa panen lah. Belum lagi endorse, ini aja sudah ada yang ngantri sampai episode 40an. Memang kita dituntut kreatif agar bisa bertahan di masa sulit ini. Karena enggak tau bakal kapan selesai,” terangnya.

Seniman Banting Setir

Berbagai upaya untuk bertahan hidup di masa pandemi ini juga dilakukan seniman Solo lainnya. Mulai beralih ke jualan makanan, jual pakaian, sampai ada yang menggadaikan alat musik. Maklum saja, mereka mulai berhenti bekerja sejak pertengahan Maret. Biasanya sepekan bisa lebih dari empat kali manggung, kini nihil tawaran.

Penyanyi campursari, Ika Puspita, sempat bertahan hingga akhir Maret sembari berharap pandemi segera berlalu. Lama-lama dirinya mulai khawatir.

Tawaran manggung tak ada, les menyanyi yang dikelolanya juga minim pendapatan. Awal April dia buka warung aci dicolok (cilok) di depan rumahnya daerah Kadipiro, Banjarsari. Untungnya minim, hanya seratus rupiah per cilok. Tapi tetap dia lakoni sampai sekarang untuk tambahan pemasukan.

“Sebenarnya ya untungnya dikit Mbak. Tapi ya eman enggak dilanjutkan. Bisa untuk tambah tambahan dikit. Dulu bisa jual 500-600an pentol, sekarang turun banget,” terangnya.

Ika tak sendirian, 50an lebih rekan-rekannya yang tergabung di Bolo Seniman Seniwati Surakarta (Bosss) mengalami hal serupa. Rata-rata beralih jadi pedagang baik offline maupun online. Mereka saling menyemangati dengan gelar temu bareng di forum arisan.

Banyak hal yang dibicarakan mulai guyonan kondisi sekarang hingga doa bersama agar semua segera pulih.

Resep Sroto Sokaraja, Soto Pengobat Rindu Bumi Ngapak

September ini menurut Ika sudah mulai ada tawaran pentas misal menyanyi di acara pernikahan atau komunitas. Tapi jumlahnya sangat sedikit dengan aturan protokol kesehatan yang ketat. Sebulan hanya satu atau dua kali.

Beberapa ada yang akhirnya diundur atau dibatalkan karena terkendala aturan. Rekan Ika bahkan ada yang diminta menurunkan tarif pentas karena kondisi pandemi.

“Sejak awal Maret, sudah sepuluh bulan kami seperti ini. Ya penginnya ada perhatian dari pemerintah. Kondisi juga kembali normal,” harap Ika.

Selama ini memang belum ada bantuan secara resmi dari pemerintah. Di awal Covid-19 dulu Ika cs sempat mengajukan bantuan ke salah satu birokrat. Kala itu mereka diberi sumbangan sembako dan sudah dibagikan ke rekan-rekannya.



September lalu ada wacana Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada para seniman terdampak pandemi dari pemerintah pusat. Nilainya sebesar Rp1 juta. Ia dan rekan-rekannya sudah mendaftar dan hanya terseleksi beberapa. Sampai hari ini dana tersebut belum juga sampai ke rekeningnya.

“Saya nyanyi sejak kecil. Pernah dangdut, keroncong, campursari. Enggak pernah merasakan kondisi sesulit ini. Dulu sempat ada penolakan dangdut tapi ya enggak berdampak besar gini. Kalau kondisi normal, paling sepi kan pas Suro, Ramadhan. Lainnya ya ramai,” cerita Ika.

Berulang Kali Protes

Dalang asal Boyolali, Ki Gondo Wartoyo, 41, sampai tak habis pikir menghadapi situasi ini. Mandek manggung sejak Maret membuatnya terpuruk.

Sebanyak 50an pengrawit dan sindennya harus dirumahkan. Padahal biasanya sebulan manggung lebih dari 20 kali dengan tarif minimal Rp45juta. Ia sampai menggadaikan beberapa mobilnya untuk membantu para pengrawit dan pesinden.

Inisiator Forum Seniman Tradisional se-Nusantara ini mengatakan yang paling terdampak pembatasan aktivitas di masa pandemi ini adalah pegiat seni tradisi di daerah pelosok.

Larangan pentas membuat mereka tak punya lahan berkerja. Sementara pilihan untuk pentas daring tak sepenuhnya jadi solusi, karena banyak seniman pelosok yang gagap teknologi (gaptek). Apalagi usianya tak lagi muda sekitar 40 hingga 60 tahun.

“Kalau yang sudah sepuh, enggak ada pentas ya bingung mau gimana. Kalau pentas internet penghasilannya enggak sama biasanya. Jadi kalau saya ya minta kelonggaran boleh pentas langsung dengan protokol kesehatan,” terangnya.

Jadi BUMN Tertua Di Tanah Air, Ini Sejarah PT Pos Indonesia

Wartoyo pernah melayangkan protes ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng dan DPR RI. Sebelum itu dirinyamelakukan demo pentas wayang dengan protokol kesehatan. Hasilnya sesuai harapan, pentas berjalan lancar meski semua bermasker dan jaga jarak. Namun hal itu tak mengubah keputusan pemerintah untuk melarang acara pentas seni.

Wartoyo kembali melakukan protes dengan pakeliran wayang nyleneh sejak Oktober lalu. Yakni pentas di atas genting, goa, makam, dan persawahan. Lokasinya di Boyolali, Semarang, dan Yogyakarta. Pentas singkat sekitar 45 menit tersebut mengusung tema kesedihan seniman di masa pandemi.

“Ya biar protesnya dilihat oleh yang punya kuasa. Agar segera ada solusi,” tambahnya.

Selama ini, menurut Wartoyo, pemerintah pusat justru hanya perhatian pada seniman besar yang sudah mapan dan punya nama. Padahal di belakang itu banyak pegiat seni tradisi atau kesenian rakyat yang kelimpungan. Mereka belum mapan, dan minim akses.

Di sisi lain, upaya nguri-uri budaya di daerah turut terkendala. Mengingat sejumlah seremonial penting yang rutin digelar ikut ditiadakan. Padahal hal itu penting sebagai upaya membangun kebersamaan dan saling menguatkan. Sebut saja kenduren dan bersih desa yang biasanya digabung dengan pentas wayang di wilayahnya, Nogosari, Boyolali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya